REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar menilai belum perlu dilakukannya revisi Undang-Undang (UU) Nomor 2 tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) Namun, dia menilai partainya terbuka kalau jika pada akhir Agustus 2019 terjadi komunikasi politik yang urgensinya mendesak revisi UU MD3.
"Belum perlu namun kalau nanti di akhir Agustus terjadi komunikasi politik yang urgensinya mendesak amandemen UU MD3, ya tidak masalah, kami terbuka," kata Muhaimin di sela acara Muktamar PKB, di Nusa Dua, Bali, Rabu (21/8).
Menurut dia, revisi UU MD3 itu dibutuhkan dalam konteks kesepakatan bersama semua komponen bangsa namun hingga saat ini belum ada yang sepakat. Dia menilai revisi UU MD3 terkait perombakan jumlah pimpinan MPR RI itu tergantung kebutuhan, kalau untuk persatuan tidak ada masalah.
"Persatuan bangsa itu kalau ditebus dengan 10 pimpinan MPR RI, itu murah. Semua bersatu," ujarnya.
Muhaimin mengatakan, kalau semua fraksi sepakat, maka waktu yang tersisa dari keanggota DPR RI periode 2014-2019, bisa menyelesaikan revisi UU MD3. Namun, dia menegaskan bahwa PKB dalam posisi pasif merespon wacana revisi UU MD3 terkait penambahan jumlah pimpinan MPR.
"Saya belum tahu karena PKB dalam posisi pasif dalam revisi UU MD3, kami menunggu. Kami tidak punya inisiatif, tidak punya keinginan untuk melakukan amandemen tapi kalau diperlukan, ya tidak masalah," katanya.