REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menegaskan, tidak ada kata kompromi untuk jaksa yang ikut terlibat dalam kasus korupsi. Hal itu menanggapi operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Senin (19/8) lalu di Yogyakarta, terkait kasus suap lelang proyek pengadaan drainase di Pemkot Yogyakarta.
"Saya perintahkan untuk oknum jaksa yang saat itu masih dipanggil dan diharapkan datang ke KPK, itu saya katakan diantarkan saja langsung," kata dia usai menghadiri peresmian pembangunan gedung Kejati NTB dan Kejari Mataram, di Jalan Langko, Kota Mataram, Jumat (23/8).
Dalam kasus tersebut dua jaksa telah ditetapkan KPK sebagai tersangka. Seorang jaksa dari Kejari Yogyakarta Eka Safitra yang merupakan anggota Tim Pengawal, Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D).
Kemudian yang kedua adalah Satriawan Sulaksono, jaksa dari Kejaksaan Negeri Surakarta, yang belakangan diantarkan langsung ke penyidik KPK oleh Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Jan S Maringka.
Berkaca dari kasus tersebut, Prasetyo mengatakan bahwa jaksa yang bertugas di seluruh daerah mencapai 10.000 lebih. Kendati demikian, dia tidak memungkiri masih ada jaksa yang masih menggunakan paradigma lama dengan kerja asal-asalan, suka menyalahgunakan kewenangan, dan mengambil kesempatan dalam menangani sebuah kasus.
"Ini (paradigma lama) yang harus ditinggalkan, sudah bukan jamannya lagi. Semua tenaga, pikiran dan waktu kita semata-mata harus didedikasikan untuk mendukung keberhasilan jalannya pemerintahan kita," ujarnya.
Dari kasus OTT KPK tersebut dia mengharapkan masyarakat untuk tidak memunculkan persepsi buruk terhadap program TP4D. "Jadi yang salah itu bukan program TP4D, tapi manusia pelaksananya itu, satu dua orang itu. Karena itu saya katakan, tidak pernah ada kompromi kita," ucapnya.