Rabu 28 Aug 2019 08:24 WIB

Saat KPK Bantah Pengakuan Irjen Firli

Febri menilai pernyataan Firli saat uji publik di hadapan Pansel tidak tepat.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Teguh Firmansyah
Ketua Pansel Capim KPK Yenti Garnasih (tengah) didampingi anggota pansel memimpin tes wawancara dan uji publik Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) periode 2019-2023 di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (27/8).
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Pansel Capim KPK Yenti Garnasih (tengah) didampingi anggota pansel memimpin tes wawancara dan uji publik Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) periode 2019-2023 di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (27/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan ada yang keliru dalam pernyataan salah satu Calon Pimpinan KPK dalam uji publik dan wawancara di Kementeriam Sekertariat Negara pada Selasa (27/8).

Diketahui dalam wawancaranya, mantan Direktur Penyidikan Irjen Firli Bahuri menegaskan tak pernah melakukan pelanggaran kode etik di lembaga antirasuah.

Baca Juga

Firli menjadi peserta kelima yang diwawancara Pansel Capim KPK. Kepada Firli, Pansel Capim KPK langsung mencecar alasan Firli yang ingin kembali lagi di Lembaga Antirasuah.P padahal dia disebut pernah melanggar kode etik di KPK. 

Menanggapi jawaban Firli, KPK melalui Juru Bicaranya, Febri Diansyah menegaskan  informasi tersebut tidak benar. Menurut Febri, pimpinan KPK tidak pernah menyatakan apalagi memutuskan bahwa tidak ada pelanggaran etik oleh mantan pegawai KPK yang sekarang sedang menjalani proses pencalonan sebagai Pimpinan KPK tersebut. 

"Informasi yang benar adalah hasil pemeriksaan Direktorat Pengawasan Internal (PI) telah selesai pada 31 Desember 2018. Dalam proses pemeriksaan oleh Direktorat PI tersebut, yang bersangkutan pernah diperiksa oleh tim pada awal Desember 2018," terang Febri di Gedung KPK Jakarta, Selasa (27/8).

Kemudian, tim memeriksa 27 orang saksi dan 2 orang ahli. Tim juga menganalisis bukti-bukti elektronik yang didapatkan. Saat itu, fokus tim bukan hanya pada satu pertemuan saja, tetapi sekitar tiga atau empat pertemuan. Hasil tersebut kemudian diserahkan Deputi pada Pimpinan KPK pada 23 Januari 2019.

"Pimpinan kemudian menugaskan Dewan Pertimbangan Pegawai (DPP) untuk membahas lebih lanjut. Prosesnya telah masuk di DPP dan kemudian DPP mendengar paparan dari Direktorat Pengawasan Internal," jelas Febri.

Namun, proses ini tidak bisa selesai karena yang bersangkutan  tidak menjadi pegawai KPK lagi. Maka untuk menjaga hubungan antarinstitusi penegak hukum, Pimpinan KPK melakukan komunikasi dengan Polri terkait dengan proses penarikan dan tidak diperpanjangnya masa tugas Firli di KPK.

"KPK tidak dapat membuka Informasi lebih rinci, namun kami sudah memberikan Informasi yang cukup pada pihak Panitia Seleksi," tegas Febri.

Terlepas dari klarifikasi ini, lebih dari itu KPK juga masih menunggu jika pihak Pansel ingin melihat bukti lebih rinci dari temuan-temuan KPK terkait rekam jejak para calon tersebut. "Perlu kami tegaskan kembali, KPK melakukan kegiatan penelusuran rekam jejak ini berdasarkan permintaan bantuan dari Pansel," ucap Febri.

Ia menambahkan, dengan tingginya harapan publik terhadap hasil seleksi ini, KPK berharap proses seleksi ini dilakukan secara fair dan tetap menggunakan Integritas sebagai alat ukur utama.

Sebelumnya, terkait dugaan pelanggaran kode etik yang pernah dilakukan, Firli mengaku tak ingin menanggapinya. Menurut Firli, ia tak pernah melakukan pelanggaran kode etik. 

"Saya sebenarnya tidak ingin memilih membicarakan lagi masalah ini. Semua orang mengikuti. Ada sebutan saya melanggar kode etik melanggar UU NO 30 Tahun 2002 karena ada melakukan hubungan dengan TGB (Tuan Guru Bajang, mantan Gubernur NTB)," jawab Firli.

Namun, Firli tak menampik pernah bertemu dengan TGB dan sudah mendapatkan izin dari pimpinan KPK.  "Saya sudah izin ke pimpinan KPK ke NTB mau farewell, lalu di sana saya diundang main tenis dengan pemain tenis di sana. Saya tidak mengadakan hubungan dan pertemuan. Saya bertemu iya, mengadakan pertemuan tidak," tegasnya.

Hal tersebut, lanjut Firli, juga sudah ia jelaskan kepada lima pimpinan KPK pada pertengahan Maret lalu. Hasilnya, kata Firli, setelah diklarifikasi pimpinan KPK, dari pertemuan tersebut  tidak ada fakta ia melanggar kode etik.

"Unsurnya tidak ada. Saya tidak berhubungan dengan TGB. Yang menghubungi Danrem. Kesimpulan akhir, tidak ada pelanggaran. Bisa tanya ke pak Alexander, pak Laode," ujarnya.

Pada Selasa (27/8),  ada tujuh orang kandidat yang mengikuti tes wawancara dan uji publik. Sedangkan 13 orang lainnya akan mengikuti tes secara bertahap pada Rabu (28/8) hingga Kamis (29/8).  

Dalam uji publik ini Pansel dibantu oleh dua orang panelis yakni sosiolog Meutia Gani Rahman dan pakar hukum pidana Luhut Pangaribuan. Setiap Capim KPK akan diberikan waktu satu jam untuk menjawab pertanyaan pansel dan panelis.

Adapun, ketujuh kandidat itu yakni, Wakil Ketua KPK  Alexander Marwata, Wakabareskrim Polri Irjen Anton Novambar, Dosen Sespim Polri Brigjen Bambang Sri Herwanto, Karyawan BUMN Cahyo R.E Wibowo, Kapolda Sumatera Selatan Irjen Firli Bahuri, Auditor BPK I Nyoman Wara dan Penasihat Menteri Desa Jimmy Muhammad Rifai Gani.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement