REPUBLIKA.CO.ID, BANDARLAMPUNG – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung mengupayakan percepatan pembangunan Kawasan Industri Energi Terpadu (KIET) di Sebalang, Kabupaten Lampung Selatan. Pengembangan tersebut mengingat kebutuhan bahan baku petrokimia masih impor lebih dari 50 persen kebutuhan nasional.
Gubernur Lampung Arinal Djunaidi mengatakan, banyak hal potensi energi yang dimiliki Provinsi Lampung. Terutama kebutuhan bagi industri Petrokimia di Indonesia yang sangat mendesak. Menurutnya, Asosiasi Industri Olefin dan Plastik Indonesia mencatat, lebih dari separuh kebutuhan Petrokimia dalam negeri berasal dari impor.
Ia mengatakan, impor masih di atas 55 persen dari kebutuhan nasional. Sementara permintaan produk petrokimia hulu yang meliputi polietilena (PE), polipropilena (PP), polistirena (PS) dan polivinil clorida (PVC) sepanjang tahun 2017 sebanyak 5,83 juta ton.
“Dari hampir enam juta ton kebutuhan bahan baku petrokimia di dalam negeri tersebut, industri petrokimia di dalam negeri hanya mampu dipenuhi dua juta ton. Sisanya harus impor, hal yang tak terhindarkan menjadi pemborosan devisa nasional,” kata Arinal pada diskusi di Gedung Bank Indonesia Perwakilan Lampung, Selasa (3/9).
Berdasarkan Lokasinya, Gubernur Arinal menjelaskan bahwa Tarahan Lampung memenuhi syarat efisiensi integrasi hilirisasi produk migas dan baja untuk dijadikan KIET. Hal ini mengingat lokasi Sebalang yang dekat dengan posisi konsentrasi konsumen, potensi dukungan lingkungan dengan potensi kedalaman (draft) navigasi sekitar 24 m Low Water Spring (LWS), potensi dukungan infrastruktur darat, ketersediaan air baku serta potensi dukungan lingkungan yang cukup.
Sebalang memiliki potensi dukungan lingkungan yang cukup seperti dibatasi oleh hutan lindung, berpapasan dengan PT Pelindo Cabang Panjang. “Saya sudah mempersiapkan diantaranya dengan akan mengembangkan pelabuhan umum. Tentunya sumber-sumber yang akan kita gali disini bukan hanya untuk kebutuhan Lampung, tetapi juga nasional dan internasional,” kata dia.
Lampung memiliki kemampuan luar biasa, mengingat Banten khususnya Cilegon memiliki daya dukung mempertahankan kawasan industri yang semakin menurun. Kemudian kawasan industri Jabodetabek juga kurang efisien.