REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan perbaikan jalur 10 koridor bus Transjakarta yang rusak menggunakan material semen yang cepat keras (rapid setting). Perbaikan itu akan dilakukan di jalur-jalur yang rusak mencapai 11 kilometer (km).
"Kerusakannya tidak sepanjang jalur tapi hanya spot-spot tertentu, ada yang 500 meter, ada 1.500 meter ada yang sampai 2.000 meter. Kami perbaiki dengan rapid setting atau beton cepat keras," kata Kepala Dinas Bina Marga Provinsi DKI Jakarta, Hari Nugroho, di Stasiun MRT Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (5/9).
Alasan penggunaan beton cepat keras adalah untuk menghemat waktu dalam pengerjaan dengan hanya delapan hingga 10 hari. Sementara dengan beton biasa, pengerjaannya bisa mencapai 14-24 hari.
"Kenapa pilih ini, karena kami tahu di Jakarta ini macet, kalau kami pakai yang biasa, itu bisa 14-28 hari. Kami kerjakan mulai malam ini, jam 12:00 WIB malam kita mulai dan besok jam 7:00 WIB pagi sudah kita buka," tuturnya.
Pengerjaan 10 koridor Transjakarta itu dapat dilaksanakan dengan waktu dua bulan, tetapi saat ini baru akan dilakukan untuk empat koridor. "Perbaikan itu di koridor 1 sama 3. Koridor 1 dari Blok M-Kota, ini pada seksi di Setiabudi. Kemudian malam ini juga kita kerjakan koridor 3, itu di Kalideres sampai ke Harmoni," katanya.
Hari mengklaim daya tahan bahan material jenis ini mencapai empat hingga lima tahun, sementara jaminan dari kontraktor bisa mencapai 10 tahun. "Bisa sampai 4-5 tahun, bahkan jaminan bisa sampai 10 tahun, dari yang biasa itu kan yang pake beton biasa satu hingga dua tahun habis, apalagi kerendem (terendam) air," katanya.
Adapun untuk harga permeter dari penggunaan bahan material itu, bisa mencapai Rp8 juta, sedangkan beton hanya Rp2,9-3 juta permeter. Kontraktor proyek ini adalah PT Solusi Bangun Indonesia Tbk. "Kalau normal itu beton biasa itu sekitar hampir Rp2,9 sampai Rp3 juta. Kalau ini hampir sekitar Rp8 juta," katanya.
PT Solusi Bangun Indonesia Tbk adalah sebuah perusahaan publik Indonesia yang mayoritas sahamnya (80,64 persen) dimiliki dan dikelola oleh PT Semen Indonesia Industri Bangunan (SIIB) - bagian dari Semen Indonesia Grup, produsen semen terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara.