REPUBLIKA.CO.ID, JAYAPURA -- Ny Taime, ibunda dari Brigadir Dua Deni Taime(20 th), anggota Polres Paniai yang menjadi salah satu korban panah saat mengamankan aksi demo anarkis di Deiyai mengaku sempat gelisah memikirkan anak lelakinya.
Sebelum mendapat kabar anak saya mengalami musibah, ia sempat meminta kakak dan bapaknya untuk menelpon Deni yang bertugas di Polres Paniai.
"Namun telepon tersebut tidak diangkat hingga membuat saya gelisah," ujar Ny Taime di Papua, Kamis (4/9) yang sedang menjaga anaknya di RS Bhayangkara, Jayapura.
Brigadir Dua Deni Taime terkena panah di bagian leher sebelah kanan. Korban sempat menjalani operasi di RSUD Enarotali dan sebelum dievakuasi, panah yang menancap di lehernya sempat dipatahkan.
Kegelisahan juga dialami keluarga Brigadir Dua Risqi (19 th). "Bahkan ayahnya pada saat kejadian seakan-akan melihat anaknya datang ke rumah," ujar Yuli seraya bersyukur dan berharap anaknya cepat pulih.
Awalnya keluarga sangat khawatir karena diinfokan Risqi terkena panah didada, katanyayang tinggal di kawasan Sentani.
Baik Taime maupun Yuli mengatakan anaknya menjadi anggota polisi karena keinginan dan cita-cita mereka. Keduanya baru lulus pendidikan di SPN Jayapura 2019 dan ditempatkan di Polres Paniai.
“Kami tetap mengizinkan mereka kembali ke tempat tugasnya setelah dinyatakan sembuh,” katakedua ibu yang setia menemani anak-anaknya dirawat di RS Bhayangkara, Jayapura.
Tidak membawa senjata api
Brigadir Dua Deni Taime mengaku saat bertugas tidak membawa senjata api dan hanya membawa tameng serta tongkat. "Kami memang tidak membawa senjata api dan hanya diberikan tameng serta tongkat untuk mengawal jalannya aksi demo yang berlangsung Rabu (28/8) di Deiyai."
Awalnya aksi tersebut berlangsung aman namun tiba-tiba datang ribuan warga yang beberapa di antaranya menyerang aparat
Dani dan Risqi yang dirawatdi ruang perawatan di RS Bhayangkara itu mengaku tetap siap kembali bertugas bila kesehatannya sudah pulih. “Kami tetap akan kembali ke tempat tugas bila sudah sehat dan sembuh,” ujarnya.
Aksi demo yang berakhir rusuh itu menyebabkan satu anggota TNI-AD meninggal dunia dan enam anggota TNI-AD dan Polri terluka akibat dipanah dan dianiaya para pendemo yang sempat mengambil 10 pucuk senjata api jenis SS 1 milik TNI AD. Dari 10 pucuk senpi yang diambil pendemo, dilaporkan sembilan pucuk diantaranya sudah dikembalikan.