REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan, pihaknya akan terus membuktikan komitmennya untuk terus memberantas korupsi meski DPR telah merevisi UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK. Salah satunya yakni menetapkan Menpora Imam Nahrawi dan asisten pribadinya, Miftahul Ulum sebagai tersangka suap dana hibah kepada KONI dan dugaan penerimaan gratifikasi.
Ia menegaskan KPK akan tetap bersungguh-sungguh memberantas korupsi. Tak hanya di bidang penindakan, KPK juga berkomitmen untuk berupaya mencegah korupsi baik di kementerian dan lembaga maupun pemerintah daerah.
"KPK akan tetap dan bersungguh-sungguh menjalankan tugas yang diamanatkan UU KPK dan amanat dari publik agar dapat menangani kasus korupsi secara independen sembari secara paralel tetap melakukan upaya-upaya pencegahan korupsi di instansi pusat dan daerah," kata Alexander di Gedung KPK Jakarta, Rabu (18/9).
Diketahui, penetapan tersangka Imam adalah pengembangan perkara yang telah menjerat Sekertaris Jenderal KONI, Ending Fuad Hamidy; Bendahara Umum KONI, Jhonny E Awuy; Deputi IV Kemenpora Mulyana, Pejabat Pembuat Komitmen, Adhi Purnomo dan Staf Kemenpora Eko Triyanto. Diketahui untuk Ending dan Jhony telah diputus bersalah Pengadilan Tipikor Jakarta, sementara tiga lainnya masih menjalani persidangan.
Alex menuturkan, setelah mencermati fakta-fakta yang berkembang mulai dari proses penyidikan hingga persidangan dan setelah mendalami dalam proses penyelidikan, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup, dan melakukan penyidikan dugaan keterlibatan pihak lain dalam tindak pidana korupsi menerima hadiah atau janji terkait dengan penyaluran pembiayaan dengan skema bantuan pemerintah melalui Kemenpora kepada KONI tahun anggaran 2018 dan dugaan penerimanan lainnya.
Diduga, dalam dalam rentang 2014-2018 Imam Nahrawi selaku Menpora melalui Miftahul Ulum telah menerima uang sejumlah Rp 14,7 miliar. Selain penerimaan uang tersebut, dalam rentang waktu 2016-2018, Imam Nahrawi diduga juga meminta uang sejumlah total Rp 11,8 miliar.
Total penerimaan Rp 26,5 miliar tersebut diduga merupakan commitment fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan oleh pihak KONI kepada Kemenpora tahun anggaran 2018. "Penerimaan terkait Ketua Dewan Pengarah Satlak Prima dan penerimaan lain yang berhubungan dengan jabatan IMR (Imam Nahrawi) selaku Menpora," kata Alexander.
"Uang tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Menpora dan pihak Iain yang terkait," tambah Alexander.
Lebih lanjut Alexander menambahkan dalam proses penyelidikan yang sudah dilakukan sejak 25 Juni 2019. KPK juga telah memanggil Imam Nahrawi sebanyak 3 kali, namun ia tidak menghadiri permintaan keterangan tersebut, yaitu pada 31 Juli, 2 Agustus 2019 dan 21 Agustus 2019.
"KPK memandang telah memberikan ruang yang cukup bagi IMR untuk memberikan keterangan dan klariflkasi pada tahap penyelidikan," ucapnya.
Atas perbuatannya, para tersangka diduga melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.