REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani mengatakan Pasal 281 dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) tidak akan mengkriminalisasi kalangan pers. Sebab, pasal tersebut harus dibaca secara keseluruhan berserta penjelasannya.
"Pasal 281 tidak akan mempidanakan media, karena baca RKUHP harus juga baca penjelasannya, tidak hanya baca buku dua saja namun baca juga penjelasannya," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (17/9).
Pasal 281 dalam RKUHP itu berisi delik penghinaan terhadap pengadilan atau contempt of court. Menurut Arsul, hal yang diributkan media dalam Pasal 281 ayat 4, yakni tidak boleh menyebarkan hasil persidangan dan kalau merekam dan menyebarluaskan lantaran hal itu bagian dari contempt of court.
Namun, menurut dia, harus dibaca penjelasannya bahwa yang dimaksud proses persidangan dalam pasal tersebut adalah proses persidangan yang tertutup. "Dalam proses persidangan ketika hakim telah menyampaikan bahwa tidak boleh disiarkan, maka tidak boleh. Kalau hakim tidak mengatakan apapun, maka disiarkan ke se-antero jagat, ya silakan saja," ujarnya.
Hal itu, menurut dia, sama dengan protes yang disampaikan para advokat, karena dalam RKUHP dikatakan setiap orang yang menentang putusan atau perintah pengadilan akan dipidana sekian tahun. Dia menjelaskan, yang dimaksud perintah pengadilan dalam proses persidangan adalah yang bertentangan dengan hukum.
"Contohnya ada perintah dari ketua pengadilan dari eksekusi pengosongan, terus yang dilakukan oleh pengacaranya menempatkan banyak preman, itu bisa dipidana. Namun kalau pengacara itu mengajukan bantahan, ya tidak bisa dipidana karena sesuai dengan hukum," ujarnya.
Sebelumnya, Rapat Kerja Komisi III DPR dengan Menkumham pada Rabu (18/9) siang menyepakati RKUHP dibawa pada pembicaraan tingkat II dalam Rapat Paripurna DPR untuk disahkan menjadi UU. Rapat Paripurna pengesahan RKUHP itu dijadwalkan akan berlangsung pada Selasa (24/9).
Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) menilai Pasal 281 RKUHP terkait "contempt of court" multitafsir sehingga berpotensi mengkriminalisasi terhadap pers.
Dalam delik itu ada potensi kriminalisasi terhadap pihak-pihak yang mengkritik atau menyiarkan informasi sehingga mempengaruhi independensi hakim.
Koalisi khawatir pasal contempt of court atau penghinaan terhadap pengadilan dalam RKUHP berpotensi jadi pasal karet.