REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Mahkamah Agung (MA) M Hatta Ali mengatakan, norma hukum terkait contempt of court atau penghinaan terhadap lembaga peradilan sangat perlu masuk dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Menurut dia, pengaturan tersebut sudah dicanangkan sejak lama dan diusulkan oleh Ikatan Hakim Indonedia (Ikahi).
"Tetapi, sampai saat ini, belum lahir undang-undangnya dan itu sangat perlu," ujar Hatta Ali di Gedung MA, Jakarta Pusat, Kamis (19/9).
Ia menuturkan, contempt of court atau tindak pindana terhadap proses peradilan diperlukan lantaran adanya sejumlah tindakan kekerasan dilakukan pencari keadilan terhadap para hakim. "Kita lihat selama ini banyak tindakan-tindakan kekerasan yang dilakukan pencari keadilan terhadap para hakim. Karena itu, hakim perlu dijaga dan dilindungi di dalam menegakkan hukum," kata dia.
Kendati demikian, Hatta Ali mengatakan, tidak ada kriminalisasi terhadap pihak-pihak yang kritis terhadap lembaga peradilan. Di samping itu, ia juga menyerahkan kepada DPR RI dan pemerintah untuk menggodok bersama-sama RKUHP tersebut.
Menurut Hatta Ali, DPR dan pemerintah yang berwenang untuk menimbang apakah ada manfaat atau tidak maupun perlu atau tidak contempt of court tersebut. Namun, ia mengaku, MA belum dilibatkan dalam RUU KUHP tersebut.
"Oh belum, belum kita, tetapi kadangkala memang ada permintaan dari kamar pidana untuk ikut urun rembuk," ucapnya.
Contempt of court atau perbuatan merongrong kewibaan lembaga peradilan ini meliputi sejumlah tindakan seperti perbuatan tercela dan tidak pantas di pengadilan, tidak menaati perintah pengadilan, penyerangan integritas dan impartialitas pengadilan, perbuatan menghalangi jalannya penyelenggaraan peradilan, dan perbuatan-perbuatan penghinaan terhadap pengadilan dilakukan dengan cara pemberitahuan/publikasi.
Pengertian penghinaan pengadilan tersebut yang kemudian memunculkan kekhawatiran publik akan adanya kriminalisasi. Norma terkait serangan terhadap integritas dan impartialitas pengadilan atau penghinaan melalui cara publikasi berpotensi menjadi pasal karet.