Sabtu 21 Sep 2019 17:28 WIB

Risiko Bentrokan Antarwarga di Hong Kong Kian Tinggi

Pendukung China di Hong Kong membersihkan pesan antipemerintah di Lennon Walls.

Rep: Lintar Satria/ Red: Ani Nursalikah
Seorang warga Hong Kong pendukung China membersihkan poster dan label berisi pesan antipemerintah China di Lennon Walls di Causeway Bay, Hong Kong, Sabtu (21/9).
Foto: AP Photo/Vincent Yu
Seorang warga Hong Kong pendukung China membersihkan poster dan label berisi pesan antipemerintah China di Lennon Walls di Causeway Bay, Hong Kong, Sabtu (21/9).

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Risiko bentrokan antara aktivis pro-demokrasi dengan pendukung China di Hong Kong semakin tinggi. Pendukung China mencopot pesan-pesan antipemerintah di 'Lennon Walls', Sabtu (21/9).

Sejak pagi, puluhan pendukung pemerintah China mulai mencabut mosaik kertas warna-warni yang berisi tuntutan demokrasi dan penolakan terhadap intervensi Beijing di Hong Kong. Kertas-kertas itu tersebar di halte bus, pusat perbelanjaan, di bawah jembatan penyeberangan, dan dinding-dinding trotoar. Tempat-tempat itu juga kerap menjadi pusat bentrokan antara pengunjuk rasa pro-demokrasi dengan polisi.

Baca Juga

Legislator pro Cina Junius Ho kerap mengkritik pengunjuk rasa. Dia meminta mereka membersihkan sekitar 100 Lennon Walls yang tersebar di seluruh kota.

Nama aksi protes itu diambil dari John Lennon Wall, sebuah aksi protes terhadap pemerintahan komunis di Praha ibu kota Republik Ceko pada 1980-an. Saat itu, kota itu ditutupi kertas-kertas bertuliskan lirik Beatles dan kritik politik.   

Namun, dalam unggahannya di Facebook, Ho mengatakan 'demi keamanan' Lennon Walls tidak akan dibersihkan seluruhnya, hanya yang ada di jalanan. "Kami akan membersihkan lingkungan dengan sikap damai dan rasional," tulisnya, Sabtu (21/9).

Gejolak politik di Hong Kong dimulai pada Juni lalu. Awalnya para aktivis Hong Kong menggelar unjuk rasa untuk memprotes undang-undang ekstradisi yang dapat membawa tersangka di Hong Kong diadili di China. Lalu tuntutan unjuk rasa semakin meluas hingga menuntut demokrasi yang lebih besar lagi.

Pengunjuk rasa antipemerintah marah dengan apa yang mereka sebut dengan upaya China mengikis kerangka 'satu negara, dua sistem'. Formula itulah yang membuat warga kota itu memiliki kebebasan yang tidak dapat dimiliki warga China Daratan.

China mengatakan mereka berkomitmen menjalankan 'satu negara, dua sistem' dan membantah melakukan intervensi ke Hong Kong. China juga menuduh Amerika Serikat (AS) dan Inggris sebagai dalam kerusuhan di daerah otonomi khusus itu.

Para demonstrator memiliki ritme mereka sendiri dalam unjuk rasa yang berlangsung selama berbulan-bulan. Unjuk rasa kerap berujung menjadi kerusuhan. Pengunjuk rasa melemparkan bom molotov yang dibalas polisi dengan gas air mata dan pentungan.

Dalam beberapa kesempatan, para pendukung pro-demokrasi diadang pendukung China yang memukuli mereka dengan tongkat. Rencananya, akan ada unjuk rasa besar-besaran pada akhir pekan, termasuk menduduki stasiun subway Yuen Long.

Operator MRT mengatakan akan menutup stasiun yang berpotensi menjadi lokasi unjuk rasa, termasuk stasiun Tuen Mun dan Yuen Long. Pengunjuk rasa pro-demokrasi mengatakan mereka tidak mau melakukan aksi kekerasan, tapi akan membela diri jika diserang.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement