REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak setuju dengan tuduhan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, yang menyebut lembaga pemburu koruptor itu menghambat investasi sehingga Undang-Undang KPK harus diubah. Juru Bicara KPK Febri Diansyah menegaskan, tudingan tersebut merupakan analisis tanpa data dan inkonsisten.
“Kami (KPK) sangat menyayangkan pernyataan tersebut,” ujar Febri dalam pesan singkatnya, Senin (23/9). Febri tak ingin menganggap tuduhan kepada KPK itu sebagai upaya pemerintah untuk membiarkan kembali maraknya prilaku korupsi di lini bisnis dan investasi di Indonesia.
Tudingan tersebut terkesan memberikan legitimasi praktik korupsi hanya demi kemajuan ekonomi. Atau, kata dia, pemerintah seperti memaklumi praktik koruptif, demi alasan investasi. “Oleh karena itu, perlu data yang valid sebelum terburu-buru menyimpulkan sesuatu,” ujar Febri.
Febri menambahkan, tuduhan Moeldoko kepada KPK itu bukan hanya tak berdasar, melainkan juga menggambarkan inkonsistensi penilaian pemerintah sendiri terkait dengan investasi di Indonesia. Febri mengatakan, meski tak menyebut terkait KPK, Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah menyampaikan tentang indeks kemudahan berbisnis dan berinvestasi di Indonesia yang terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Febri juga menyarikan data Badan Kordinasi Penanaman Modal (BPKM) yang justru menunjukkan adanya peningkatan realisasi investasi dari tahun ke tahun. Di mana, selama penilaian itu, penindakan KPK berjalan normal. “Pertanyaannya (kepada Moeldoko) investasi apa dan yang mana yang dimaksud terhambat?” ujar Febri.
Sebaliknya, Febri mengatakan, justru dari keyakinan para ekonom dan investor keberadaan dan konsistensi KPK dalam pemberantasan korupsi selama ini menjadi tolok ukur kemajuan investasi. Salah satu faktor yang menentukan suatu badan usaha atau perorangan untuk memutuskan akan berinvestasi dalam jumlah maksimal, yaitu mewajibkan perlunya analisis tentang kepastian hukum, terutama dalam sistem hukum pemberantasan budaya koruptif.
Apalagi, kata Febri, investor tersebut berasal dari negara dengan peringkat antikorupsi yang tinggi. Itu sebabnya, kata dia, menjadi tak relevan tudingan Moeldoko, yang menganggap KPK sebagai lembaga yang menghambat investasi.
Pernyataan Moeldoko tersebut terlontar ketika menjelaskan perbedaan sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap kedua RUU KPK yang telah disahkan dan RUU KUHP yang pembahasannya ditunda. "Tentu ada alasan-alasan. Pertama, hasil survei menunjukkan bahwa yang menyetujui untuk revisi UU KPK itu lebih banyak," ujar Moeldoko, kemarin.
Alasan lainnya, revisi dilakukan dengan pertimbangan keberadaan KPK bisa menghambat upaya investasi. "Ada alasan lagi berikutnya bahwa lembaga KPK itu bisa menghambat upaya investasi," kata dia.
Moeldoko
Adu orasi
Sementara, ratusan massa penolak dan pendukung pimpinan KPK terpilih untuk periode 2019-202, saling berhadap-hadapan di depan gedung KPK di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan (Jaksel), kemarin. Pengamanan di gedung KPK diperketat dan berlapis agar kedua massa tak saling bentrok.
Di lokasi demonstrasi, massa dari kelompok pendukung kepemimpinan KPK yang baru lebih banyak. Dari sekitar 300-an orang, tampak di kerumunan massa sejumlah pemuda dan perempuan serta remaja usia belasan tahun. Mereka terdiri dari tiga kelompok massa yang datang terpisah sejak pukul 13.00 WIB. Tak ada atribut kampus apa pun yang mereka kenakan. Sebagian demonstran hanya mengenakan kacamata hitam dan masker.
Kelompok pendukung terpilihnya Irjen Firli Bahuri sebagai ketua KPK itu mengatasnamakan diri sebagai Masyarakat Penegak Demokrasi (MPD) dan Srikandi Milenial. Sejumlah tuntutan mereka koarkan dari tiga panggung orasi yang berbeda. Tuntan pertama, yaitu mendukung hasil revisi UU KPK 2019 dan meminta juga mendorong Presiden Jokowi melantik para komisioner yang sudah terpilih. Ketiga, mendesak Ketua KPK 2016-2019 Agus Rahardjo dan para komisionernya mundur.
Massa kelompok pendukung pimpinan KPK terpilih sempat memaksa agar kepolisian mundur dari barisan barikade. Para orator bahkan memerintahkan para demonstran yang masih remaja belasan tahun membongkar kawat berduri yang memisahkan massa dengan halaman terluar Gedung KPK. Namun, barikade satuan kepolisian meminta agar kelompok massa aksi pendukung Irjen Firli mengurungkan niatnya untuk merusak barikade kawat duri.
Sekitar pukul 14.30 WIB, puluhan kelompok massa berbeda datang ke lokasi demonstrasi. Massa ini mengenakan atribut Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Mereka mengatasnamakan kelompoknya sebagai Gerakan HMI DKI Jakarta. Dalam pernyataannya, mereka meminta agar pemerintah menolak UU KPK hasil revisi, menolak keterpilihan Irjen Firli Bahuri sebagai ketua KPK, serta mendesak Presiden Jokowi mengeluarkan perppu pembatalan revisi UU KPK.
Massa HMI ini sempat melakukan aksi pembakaran sejumlah foto wajah Firli Bahuri. Sampai pukul 15.30 WIB, massa dari dua kelompok pendukung dan penentang KPK terus bertambah. Aksi saling menyampaikan orasi terus terjadi untuk menyuarakan pendapat masing-masing. n bambang noroyono, ed: ilham tirta