REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mendesak Dewan Pers untuk mengaktifkan pedoman penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan. Desakan ini menyikapi masih adanya wartawan jadi korban arogansi aparat.
"Kami meminta Dewan Pers mengaktifkan atau melaksanakan pedoman penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan," kata Kepala Bidang Advokasi LBH Pers Gading Yonggar Ditya, di Jakarta, Rabu (25/9).
Hal itu disampaikannya saat konferensi pers Tim Advokasi Aliansi Masyarakat Untuk Keadilan dan Demokrasi di LBH Jakarta, menyikapi aksi demonstrasi mahasiswa di DPR yang berujung ricuh. Gading menilai selama ini penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan kurang maksimal sehingga kembali berulang.
Dia mencontohkan, kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap jurnalis yang sedang meliput demonstrasi mahasiswa menolak RUU KUHP dan UU KPK di sejumlah daerah. Kasus kekerasan terhadap jurnalis di Jakarta, Makassar, dan Jayapura sebagai urgensi meminta Dewan Pers mengaktifkan pedoman penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan.
"Dewan Pers diwajibkan berkoordinasi dengan perusahaan media, organisasi pers, jurnalis sendiri, dan keluarganya untuk melaporkan tindakan kekerasan dan penghalangan jurnalistik kepada pihak kepolisian," tuturnya.
Saat ini, LBH Pers bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) sedang melakukan koordinasi kepada media yang bersangkutan untuk menjajaki kemungkinan pelaporan secara etik ke propam dan pidananya. "Ini kami sedang verifikasi dan koordinasi ke perusahaan medianya. Tidak menutup kemungkinan korban kasus kekerasan bertambah bertambah karena proses monitoring masih berjalan," ujar Gading.
Sebelumnya, AJI mencatat setidaknya ada 10 jurnalis yang mengalami kekerasan dari aparat saat meliput demonstrasi mahasiswa serentak di berbagai daerah. "Jurnalis yang menjadi korban (kekerasan), terverifikasi di Jakarta ada empat jurnalis, Makassar tiga jurnalis, dan tiga jurnalis di Jayapura, Papua," kata Ketua Bidang Advokasi AJI Joni Aswira.
Empat jurnalis di Jakarta yang mengalami kekerasan dari aparat, yakni jurnalis Kompas.com, IDN Times, dan Katadata karena merekam kebrutalan aparat kepolisian dalam menangani mahasiswa pedemo. Satu lagi, kata dia, tim reporter Metro TV dirusak mobilnya oleh massa di kawasan Senayan, sekitar pukul 23.00 WIB, namun tidak ada korban luka.
Kasus kekerasan terhadap jurnalis terjadi juga di Makassar menimpa tiga jurnalis, yakni ANTARA, Inikata.com, dan Makassar Today saat mengambil gambar aksi kebrutalan aparat. "Sehari sebelumnya, di Jayapura ada tiga jurnalis dihalangi polisi. Mereka dilarang meliput aksi mahasiswa halaman Auditorium Uncen (Universitas Cenderawasih), Senin (23/9)," ungkapnya.
Joni menyebutkan kasus kekerasan terhadap jurnalis yang masih saja terjadi sangat merisaukan, apalagi di beberapa daerah masih berlangsung aksi menolak RUU KUHP, UU KPK, dan sebagainya.