REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa Hukum Dandhy Laksono, Algiffari Aqsa mengatakan, pihak kepolisian mengajukan 14 pertanyaan terhadap kliennya setelah ditangkap pada Kamis (26/9) dengan tuduhan melanggar pasal ujaran kebencian dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) No 11 Tahun 2008. Aqsa menyebut, pertanyaan itu menyangkut cicitan Dandhy tentang Papua pada 23 September yang dipermasalahkan.
"Adapun twit yang dipermasalahkan adalah twit tentang Papua tanggal 23 September, mungkin teman-teman bisa melihat peristiwa di Papua dan Wamena dan pasal yg dikenakan terhadap Dandhy adalah pasal ujaran kebencian terhadap individu atau suatu kelompok berdasarkan SARA sesuai dengan Pasal 45 A ayat 2 jo 28 ayat 2 UU ITE," kata Aqsa di Mapolda Metro Jaya, Jumat (27/9).
Aqsa menilai, pasal yang dikenakan kepada kliennya itu tidak relevan. Sebab menurut dia, yang dilakukan oleh Dandhy adalah bagian dari kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat mengenai apa yang terjadi di Papua.
"Dan pasal yang dikenakan tidak berdasar menurut kami, karena SARA-nya di mana, tidak memenuhi unsur juga. Tapi itu kita akan bahas lebih lanjut," ungkap dia.
Ia menambahkan, status Dandhy saat ini sudah menjadi tersangka. Namun, Dandhy diperbolehkan pulang dan tidak ditahan.
"Hari ini beliau dipulangkan, tidak ditahan, kita menunggu proses selanjutnya dari kepolisian. (Tidak ditahan) bukan karena penangguhan, karena memang tidak ditahan. Yang diajukan ke Bung Dandhy adalah surat penangkapan, tapi tidak ada penahanan," ujarnya.