REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK – Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad enggan mengambil sikap agresif dan konfrontatif terhadap Cina terkait sengketa klaim Laut Cina Selatan dan dugaan penindasan Muslim Uighur. Menurutnya, Malaysia memang tak memiliki kapasitas untuk melakukan hal tersebut.
Mahathir mengungkapkan, terdapat kapal-kapal Cina yang tanpa izin mengecek perairan Malaysia di wilayah Laut Cina Selatan untuk gas dan minyak. “Kami menyaksikan apa yang mereka lakukan, kami melaporkan apa yang mereka lakukan, tapi kami tidak mengusir mereka atau mencoba menjadi agresif,” kata Mahathir dalam sebuah wawancara dengan BenarNews yang diterbitkan Sabtu (28/9).
Dia mengatakan mungkin karena alasan Cina pula Muslim Malaysia tidak terlalu vokal menentang dugaan penindasan terhadap etnis Uighur di Provinsi Xinjiang. “Anda jangan hanya mencoba dan melakukan sesuatu yang akan gagal, jadi lebih baik untuk menemukan beberapa cara lain yang tidak terlalu keras untuk tidak terlalu memusuhi Cina, karena Cina juga bermanfaat bagi kita,” ujarnya.
“Tentu saja Cina adalah mitra dagang besar kami dan Anda tidak ingin melakukan sesuatu yang akan gagal, dan dalam prosesnya, kami juga akan menderita,” kata Mahathir menambahkan.
Dia mengungkapkan negara-negara Melayu telah berada di dekat Cina selama 2.000 tahun terakhir. “Kami selamat karena kami tahu bagaimana bersikap. Kami tidak berusaha untuk menjadi agresif ketika kami tidak memiliki kapasitas, jadi kami menggunakan cara lain. Mahathir menceritakan bahwa pada masa lalu, Malaysia kerap mengirim bunga emas dan perak setiap tahun kepada Cina. “Itu sebagai simbol kita secara praktis, baik, tunduk pada mereka,” ucapnya.