REPUBLIKA.CO.ID, WAMENA -- Sejumlah pengungsi korban kerusuhan Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua, mengaku bersedia kembali jika situasi sudah aman dan rumah mereka kembali dibangun. "Bertahan di sini dulu sudah," kata Fani, warga asal Toraja yang mengungsi di Kodim 1702/Jayawijaya, Wamena, Sabtu (5/10).
Fani bersama tiga anak dan suaminya terpaksa mengungsi karena rumah mereka di Distrik Hom-Hom rata dengan tanah karena terbakar saat terjadi kerusuhan pada 23 September 2019. Namun, ia bersama keluarga tetap bertahan di Wamena dan tidak kembali ke kampung halaman di Tanah Toraja, Sulawesi Selatan karena masih punya harapan untuk tetap tinggal di Papua.
Selain itu, untuk pulang kampung, dibutuhkan biaya yang besar, sementara mereka tidak memiliki harta benda lagi karena semuanya sudah terbakar bersama kediamannya. Hal senada disampaikan Damaris yang juga mengungsi di Kodim 1702/Jayawijaya.
"Rencana untuk pulang ke rumah. Mereka yang tidak pulang karena rumahnya sudah habis terbakar," kata Damaris.
Yang terpenting bagi mereka adalah situasi keamanan yang kondusif dan bantuan pemerintah untuk membangun kembali rumah mereka yang rusak. Sebanyak 1.254 orang masih bertahan mengungsi di Kodim 1702/Jayawijaya sejak kerusuhan.
Total 2.636 orang yang masih mengungsi di Wamena pascakerusuhan. Sebelumnya ribuan orang sudah meninggalkan Wamena kembali ke kampung halaman masing-masing.
Pemerintah melalui Kementerian Sosial telah mendistribusikan bantuan senilai Rp 3,8 miliar untuk penanganan dampak kerusuhan di Wamena berupa logistik, usaha ekonomi produktif dan santunan ahli waris korban meninggal dunia. Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Harry Hikmat mengatakan, pemerintah mendorong warga yang eksodus kembali ke Wamena.
"Dengan jaminan keamanan dari aparat TNI dan Polri, situasi cukup kondusif dan kegiatan masyarakat termasuk aktivitas ekonomi sudah berjalan," katanya.