REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Sumatra Barat, Surya Efitrimen mengajukan uji materi kepada Mahkamah Konstitusi (MK) atas Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada). Bawaslu meminta uji atas pasal dalam UU Pilkada yang menggunakan frasa Panwas Kabupaten/Kota untuk diprioritaskan MK menjelang Pilkada 2020.
"Bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sehingga tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai Badan Pengawas Pemilu Bawaslu Kabupaten/Kota," ujar Surya kepada Republika, Kamis (10/10).
Ia menjelaskan, dalam berkas permohonan disebutkan bahwa pihaknya meminta MK untuk mempertimbangkan agar penyelesaian perkara dapat dipercepat. Sehingga, sejalan dengan tahapan Pilkada 2020 yang sudah diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang tahapan, program, dan jadwal Pilkada 2020.
Bahkan, nomenklatur Bawaslu Kabupaten/Kota yang masih disebut Panwas Kabupaten/Kota di UU Pilkada menjadi permasalahan bagi pelaksanaan penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD). Sebab, sejumlah pemerintah daerah menganggap Bawaslu Kabupaten/Kota bukan Panwas Kabupaten/Kota sebagaimana yang dimaksud dalam UU Pilkada.
Namun, persidangan Mahkamah Konstitusi dengan agenda mendengar keterangan DPR dan Pemerintah justru tertunda karena ketidakhadiran pihak DPR dan Pemerintah. DPR beralasan belum ada alat kelengkapan dewan (AKD) karena baru saja dilantik dan Pemerintah menyatakan belum siap sehingga meminta sidang ditunda.
"Untuk penundaan sidang sesuai yang disampaikan oleh Ketua Mahkamah Konsitusi yang memimpin sidang tadi atas permintaan pemerintah dan DPR yang belum siap dengan keterangannya," jelas Surya.
Sementara itu, salah satu kuasa hukum pemohon perkara, Slamet Santoso mengamy kecewa pemerintah belum siap memberikan keterangan sesuai jadwal persidangan yang sudah ditentukan. Menurutnya, MK telah memberikan waktu yang cukup untuk menyiapkan keterangan dalam persidangan.
"Pada prinsipnya kami kecewa terkait pemerintah belum siap memberikan keterangan di persidangan yang sudah di jadwalkan oleh Mahkamah," jelas Slamet.
Ia berharap, sidang selanjutnya akan berjalan sesuai jadwal yang ditentukan yakni Senin, 21 Oktober 2019 mendatang. Sebab, pemohon meminta MK agar permohonannya diprioritaskan pemeriksaanya dengan alasan tahapan Pilkada 2020 sudah dimulai.
Menurut Slamet, dengan belum adanya putusan maka belum ada kepastian hukum khususnya terkait kelembagaan pengawas di tingkat kabupaten/kota. Sebelumnya, ia sudah berharap sidang berjalan lancar yang kemudian dilanjutkan sidang agenda pemeriksaan ahli.
"Akan tetapi dengan belum siapnya Pemerintah maka sidang selanjutnya yang seharusnya masuk tahap selanjutnya menjadi tertunda. Harapanya sidang selanjutnya tidak ada penundaan dan Pemerintah atau DPR siap memberikan keterangan," jelas Slamet.
MK menggelar sidang pengujian Undang-Undang Nomor (UU) 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang pemilihan kepala daerah (UU Pilkada) pada Kamis (10/10). Akan tetapi, persidangan kemudian ditunda karena pemerintah belum siap dan DPR tak hadir.
"Kemudian karena DPR berhalangan, kemudian dari kuasa presiden juga ada surat permintaan untuk menunda persidangan karena belum siap," ujar Ketua Sidang Anwar Usman saat persidangan di Gedung MK, Kamis.
Ia mengatakan, MK menerima surat permintaan untuk menunda persidangan dari pihak pemerintah. Selain itu, DPR tak hadir karena anggota periode 2019-2024 baru saja dilantik dan belum menyelesaikan alat kelengkapan dewan (AKD).
"Memang kami dari pemerintah belum siap karena masih koordinasi dengan kementerian terkait untuk pembahasan keterangan presiden ini," kata Purwoko selaku pihak Pemerintah yang hadir dalam persidangan tersebut menjawab pertanyaan Hakim Anwar.
Dengan demikian, persidangan dengan agenda mendengarkan keterangan DPR dan Pemerintah ditunda. Persidangan akan digelar kembali pada Senin, 21 Oktober 2019 mendatang pukul 11.00 WIB.
"Baik kalau begitu persidangan ini belum bisa dilanjutkan untuk itu sidang ditunda sampai hari Senin tanggal 21 Oktober 2019, jam 11.00 WIB dengan acara mendengarkan keterangan DPR dan Presiden," tutur Anwar Usman.
Permohonan perkara nomor 48/PUU-XVII/2019 diajukan kleh anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Norma yang diuji adalah Pasal 1 angka 17 frasa "panwas kabupaten/kota", Pasal 23 ayat (1) dan ayat (3) frasa "masing-masing beranggotakan 3 (tiga) orang, Pasal 24 ayat (1) serta seluruh pasal.
Dalam sidang sebelumnya pada 26 September, pemohon menjelaskan, pihaknya telah memperbaiki pasal-pasal yang terkait dengan kelembagaan pengawas. Dengan adanya pasal tersebut pemohon harus melakukan rekrutmen ulang.
Sementara untuk nomenklatur, pemohon meminta MK agar nomenklatur atau terminologi panwas kabupaten/kota sebagaimana diatur Pasal 1 angka 17 UU Pilkada ditafsirkan sama dengan kelembagaan Bawaslu kabupaten/kota merujuk UU Pemilu yang bersifat tetap.