REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor menilai, partai yang menyatakan oposisi seperti PKS dan PAN akan sulit menjalankan peran check and balances dengan efektif. Apalagi jika Partai Gerindra dan Partai Demokrat resmi merapat ke kabinet pemerintah Jokowi-Ma'ruf.
Ia berpandangan peran check and balances tidak bisa dilakukan hanya hanya melalui partai-partai parlemen, tetapi partai juga perlu menggalang hubungan baik dengan masyarakat sipil, pers, maupun mahasiswa.
"Tidak bisa hanya dalam satu track, harus dua track melibatkan masyarakat sipil, sehingga nanti seandainya nanti kebijakan yang kontroversial, seperti yang terjadi belakangan ini, masyarakat sipil bisa menyambutnya sehingga ada kerja sama yang aktif di antara partai-partai oposisi di parlemen dengan masyarakat banyak," kata Firman Noor kepada Republika.co.id, Ahad (13/10).
Menurutnya sekecil apapun, check and balances tetap harus dilakukan. Selain itu, ia juga menilai Demokrat dan Gerindra menjadi partai yang paling merasakan dampaknya jika jadi gabung ke pemerintah.
Di satu sisi, bergabungnya Demokrat dan Gerindra bisa diartikan sebagai sebuah rekonsiliasi. Namun di sisi lain ada banyak pendukung yang akan merasa disia-siakan.
"Pendidikan politik yang akan terjadi bisa jadi masyarakat apatis di dalam politik dan ini sesuatu hal yang merugikan dalam pembangunan demokrasi," ungkapnya.
Oleh karena itu, jelasnya, adanya desakan tentang pentingnya kedua partai tersebut untuk tetap berada di luar kabinet menjadi sangat menentukan.
Sebelumnya Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudoyono (SBY) menemui Presiden Jokowi di Istana Negara, Kamis (10/10). Sehari setelahnya giliran Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang temui Jokowi. (Febrianto Adi Saputro)