REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Usep S Ahyar menyebut, PDIP akan menjadi rujukan oleh partai politik lain dalam rencana amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Meski demikian, partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri itu tetap harus berupaya memastikan dukungan dari partai lain guna memuluskan agenda amandemennya.
Usep menjelaskan, PDIP menjadi rujukan karena merupakan pemenang Pemilu 2019. Selain itu, partai banteng moncong putih juga merupakan pengusul amendemen.
"Terlebih, PDIP saat ini juga memiliki semua alat kelengkapan kekuasaan. Mereka sedang berkuasa di eksekutif dan di DPR juga punya banyak kursi," kata Usep ketika dihubungi Republika dari Jakarta, Selasa (15/10).
Menurut Usep, dengan semua keunggulan yang dimiliki PDIP itu, maka tak akan ada partai lain yang sanggup membendung keinginannya melakukan amendemen. Tetapi, lanjut Usep, tetap saja PDIP harus berupaya mendapatkan dukungan partai lain, terlebih usai Gerindra dan Nasdem bersepakat untuk melakukan amandemen secara menyeluruh.
Sebelumnya, PDIP menyatakan keinginan untuk melakukan amandemen UUD 1945 secara terbatas, yakni menambah kewenangan MPR untuk menetapkan haluan negara. Tak lama berselang, sejumlah tokoh, salah satunya Bambang Soesatyo, juga mengusulkan agar pemlihan presiden dikembalikan kepada MPR atau secara tak langsung. Tetapi, Presiden Jokowi menolak.
Pada Ahad (13/10) atau tujuh hari jelang pelantikan presiden, isu amendemen kembali mengemuka. Musababnya, Ketua Umum Nasdem Surya Paloh dan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto bersepakat untuk melakukan amandemen UUD 1945 secara menyeluruh. Artinya, tak hanya soal kewenangan MPR, amendemen juga dimungkinkan membahas hal pokok lain seperti pemilu serentak ataupun mekanisme pemilihan presiden.
Pada Senin (14/10), giliran Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan yang bertemu Presiden Jokowi di Istana Negara. Zulkifli mengaku datang untuk menjelaskan perihal amendemen terbatas. Ia menegaskan, bahwa mekanisme pemilihan presiden akan tetap secara langsung.
"Lobi-lobi paket amendemen itu akan berjalan terus. Dalam konteks sekarang itu paling tidak empat, atau lima partai pemenang Pemilu 2019 akan pegang kendali soal amandemen ini," kata Direktur Riset Populi Center itu.
Adapun lima partai dengan perolehan suara terbanyak pada Pemilu 2019 adalah PDIP (19,33 persen), lalu disusul Gerindra (12,57), Golkar (12,31), PKB (9,69) dan Nasdem (9,05). Usep menjelaskan, peta politik saat ini tampak PDIP dan Golkar sudah bersepakat dengan amendemen terbatas. Golkar setuju amendemen terbatas lantaran sudah mendapat kursi ketua MPR RI.
"Golkar dapat kursi ketua MPR itu saya kira tak terlepas dari dukungan PDIP. Saya kira itu mereka dalam beberapa hal bersepakat (terlebih dahulu), termasuk dalam soal amandemen," papar Usep.
Sedangkan di pihak amendemen menyeluruh ada Gerindra dan Nasdem. "Tapi sikap dua partai ini harus dibaca juga sebagai upaya memberikan daya tawar kepada Jokowi dalam menyusun kabinet," ungkap Usep.
Oleh karena itu, Usep memperkirakan PKB akan jadi penentu jika peta politiknya tetap seperti sekarang. Tapi, ia juga melihat Nasdem dengan Surya Paloh-nya akan menjadi pemain kunci jika peta politik mulai berubah.
"Nasdem juga jadi penentu karena Surya Paloh berpolitik dengan lincah," katanya.
Asep menambahkan, semua sikap partai terkait amendemen ini bisa dipastikan jika presiden terpilih Jokowi telah mengumumkan susunan kabinetnya pada 20 Oktober mendatang. Sebab, sikap partai atas amendemen tak terlepas dari upaya mendapatkan jatah kursi menteri.
"Jadi ini sedang melakukan reposisi, siapa dapat apa. Atau ada yang milih soal amendemen ini diam saja dahulu, tapi fokus terlebih dahulu untuk dapat posisi di kabinet," kata Usep lagi.