REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Argo Yuwono mengatakan, polisi telah memutuskan tidak mengeluarkan surat tanda terima pemberitahuan (STTP) aksi unjuk rasa jelang pelantikan presiden dan wakil presiden. Menurut Argo, keputusan itu diambil dengan menggunakan kewenangan diskresi kepolisian.
"Dengan adanya pelantikan presiden dan wakil presiden yang dihadiri oleh pimpinan negara asing dan untuk menjaga harkat dan martabat Negara Indonesia, maka Polda Metro menggunakan kewenangan diskresi kepolisian untuk tidak menerbitkan STTP unjuk rasa sesuai dengan Pasal 6 UU Nomor 9 tahun 1998 tentang penyampaian pendapat di muka umum," kata Argo saat dikonfirmasi, Rabu (16/10).
Untuk diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memperbolehkan masyarakat untuk menggelar aksi demonstrasi menjelang pelantikan Presiden dan Wapres. Ia menegaskan, tak ada perintah kepada Kapolri untuk melarang aksi unjuk rasa masyarakat. "Ndak ada (perintah)," ujar Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (16/10).
Presiden menegaskan, aksi demonstrasi pun dijamin oleh konstitusi. Kendati demikian, terkait adanya larangan aksi demonstrasi menjelang pelantikan Presiden, Jokowi meminta agar ditanyakan lebih lanjut ke Kapolri.
Sebelumnya, Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya memutuskan tidak akan menerbitkan perizinan penyampaian aspirasi (unjuk rasa) mulai Selasa (15/10) sampai Ahad (20/10). Keputusan itu diambil untuk pengamanan menjelang pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo dan Ma'ruf Amin.
"Kalau ada pihak yang mau memberitahukan terkait unjuk rasa, kami akan memberi diskresi tidak akan memberikan perizinan," ujar Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Polisi Gatot Eddy Pramono di Jakarta, Senin.
Panglima Kodam Jayakarta Mayor Jenderal TNI Eko Margiyono menambahkan, jika ada mahasiswa yang melakukan aksi di tanggal-tanggal tersebut, maka sudah dipastikan illegal.
Flori Sidebang