REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Sekelompok wartawan Rusia yang menginvestigasi kegiatan kelompok rahasia tentara bayaran Rusia di Afrika dan Timur Tengah menjadi target aksi ancaman fisik dan pelecehan.
"Proekt," outlet berita daring independen yang berbasis di Moskow dan ahli dalam penyelidikan, pada Maret mulai mempublikasikan serangkaian artikel yang menelusuri peran kelompok bayaran yang dikenal sebagai Wagner. Pada waktu bersamaan pimpinan redaksi, Roman Badanin, mengaku wartawan mereka mulai menerima email ancaman fisik sebagai balasan atas tugas mereka.
Orang tak dikenal berupaya membobol akun pribadi stafnya di Facebook, layanan pesan Telegram, dan Google mail. Salah satu wartawan mereka juga dibuntuti di jalan oleh pria tak dikenal yang merekamnya dengan kamera video.
"Ini semua hanyalah trik untuk membuat kami panik dan untuk mengalihkan perhatian dari pekerjaan jurnalistik kami sekaligus memperjelas bahwa kami sedang diawasi dan mereka memantau kami," kata Badanin kepada Reuters.
Badanin mengaku dirinya tak dapat membuktikan siapa yang berada di balik aksi pelecehan. Aksi itu memuncak pada September lalu, saat Proekt menyelidiki kegiatan nyata Wagner di Libya.
Proekt tidak melaporkan insiden tersebut kepada Kepolisian. Dia mengaku justru berbicara terang-terangan untuk menarik perhatian terhadap ancaman tersebut.
Orang-orang yang tergabung dengan kelompok Wagner sebelumnya mengatakan kepada Reuters bahwa kelompok itu secara rahasia melancarkan misi tempur atas nama Kremlin di Ukraina dan Suriah. Otoritas Rusia membantah kelompok Wagner menjalankan perintah mereka.
Kelompok Wagner menjadi sorotan tahun lalu ketika tiga wartawan Rusia tewas di Republik Afrika Tengah saat melakukan investigasi di wilayah itu. Rusia kerap dikritik oleh pengawas kebebasan media, yang menyebutkan serangan terhadap wartawan kadang tidak diliput. Komite Perlindungan Wartawan yang bermarkas di New York menyebutkan 28 wartawan tewas di Rusia sejak 2000.