REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang, Jawa Tengah, pada Jumat (18/10) ini, resmi menutup Resosialisasi Argorejo atau yang dahulu dikenal sebagai lokalisasi Sunan Kuning, di Kelurahan Kalibanteng, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang.
Penutupan ini sekaligus menandai berakhirnya ‘ketenaran’ tempat prostitusi yang telah lebih dari setengah abad menjadi yang terbesar, di wilayah Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah tersebut.
Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi, saat melakukan penutupan secara seremonial lokalisasi ini mengaku, bekas kawasan resosialisasi ini bakal dijadikan sebagai kampung tematik bernuansa religi. “Kebetulan di lokasi eks kawasan tempat prostitusi ini memang ada makam tokoh syiar, Soen An Ing, maka kampung tematik ini akan mengusung konsep religi,” ungkapnya, di sela acara penutupan lokalisasi Sunan Kuning.
Ia menyampaikan, dengan ditutupnya secara resmi, maka sebanyak 448 wanita pekerja seks (WPS) penghuni lokalisasi ini pun dipulangkan, dengan masing-masing menerima tali asih sebesar Rp 5 juta, sebagai bekal untuk hijrah dan memulai kehidupan baru yang lebih baik di mata masyarakat.
“Sebenarnya, tali asih tersebut sudah diberikan melalui transfer ke rekning masing-masing. Bersamaan dengan seremoni penutupan ini, hanya dilakukan simbolisasinya saja,” tambah Hendrar Prihadi.
Kepada ke-448 penghuni yang dipulangkan dan berasal dari luar daerah, wali kota juga berpesan agar setelah pulang ke daerah masing-masing agar segera menemui orangtua untuk meminta maaf.
Apabila ada orangtuanya yang sudah meninggal, segerakan berziarah dan niatkan tekad untuk memulai hidup baru yang lebih baik, dengan meninggalkan dunia maupun kehidupan sebelumnya.
Wali kota juga turut mendoakan agar setelah hijrah, para penghuni supaya bisa segera memikirkan dan melakukan aktivitas usaha yang lebih baik dan lebih sehat di tengah- tengah masyarakat.
Pendapatannya kecil tidak apa-apa, karena mulai dari nol dan yang penting tetap halal. “Walaupun kecil, tetapi kalau dikerjakan dengan tulus, ikhlas dan juga kerja keras, insya Allah akan menjadi lebih besar,” tegas wali kota.
Bagi yang tinggal di Kota Semarang, wali kota juga memita agar melakukan hal serupa. Tetapi para WPS yang warga Kota Semarang ini masih punya kemungkinan-kemungkinan untuk memanfaatkan fasilitas dari pemkot.
Karena ada Kredit Wibawa, ada pelatihan-pelatihan keterampilan, bahkan ada upaya-upaya yang bisa dilakukan oleh Pemkot Semarang ke beberapa perusahaan swasta, kendati untuk itu masih perlu dikomunikasikan dengan baik.
Maka bagi eks penghuni yang tinggal di Semarang, kalau masih ada kendala, masih punya teman namanya ‘Hendi’ (Hendar Prihadi, red.). “Kalau coba apapun gagal datang ke saya, akan saya arahkan kerja ke mana,” imbuhnya.
Sementara itu, salah satu eks penghuni Sunan Kuning, Ayuk (36 tahun) yang sempat dikonfirmasi mengaku belum memikirkan rencana atau keinginan akan bekerja apa, setelah tak lagi menghuni lokalisasi ini.
Pun demikian dengan uang tali asih sebesar Rp 5 juta yang sudah masuk ke rekeningnya tersebut. Karena perempuan yang hanya menamatkan pendidikan SMP ini mengaku belum memiliki keterampilan apapun.
Ia mengakui juga pernah mendapatkan keterampilan di tempat resosialisasi tersebut. Semula, ia berharap bisa dipekerjakan di mana setelah lokalisasi yang dihuninya hampir setahun terakhir tersebut tutup.
Ia hanya ingin pulang terlebih dahulu ke daerah asalnya yang ada di Kabupaten Temanggung, karena masih bingung dan belum terpikirkan mau apa demi kehidupan barunya setelah tak lagi menjadi wanita penghibur.
“Tetapi inginnya pulang dulu ke rumah, sambil memikirkan rencana ke depan. Karena saya harus menghidupi empat orang anak yang masih kecil-kecil di sana,” ungkapnya.
Sebelumnya, proses penutupan lokalisasi Sunan Kuning ini ditandai dengan pembukaan tirai papan pengumuman bertuliskan ‘Wilayah Argorejo bebas Prostitusi’, oleh orang nomor satu di Kota Semarang tersebut.