REPUBLIKA.CO.ID, DENMARK -- Sebuah survei dilakukan di Denmark menunjukkan sikap terhadap keberadaan imigran Muslim. Terlihat ada perbedaan pandangan yang mencolok dari tiap generasi akan imigran ini.
Generasi muda di Denmark cenderung lebih positif dalam menghadapi isu ini, sementara generasi yang lebih tua menilai negatif. Dalam survei tersebut, ditemukan satu dari empat warga Denmark meminta imigran untuk keluar dari negara tersebut.
Sebuah studi yang dilakukan oleh majalah mingguan, Mandag Morgen (Monday Morning) bekerjasama dengan Prof Jorgen Goul menunjukkan dalam 30 tahun terakhir kekhawatiran budaya nasional mereka terancam oleh keberadaan imigran mencapai tingkat tertinggi.
Sekitar 28 persen warga Denmark yakin jika imigran Muslim harus meninggalkan negara mereka, dan 45 persen lainnya memilih imigran Muslim tetap di Denmark. Sementara 39 persen lainnya siap untuk mendeportasi imigran yang tidak memiliki pekerjaan. Hanya satu dari tiga orang Denmark yang tidak setuju dengan rencana tersebut.
Survei ini menunjukkan adanya kesenjangan generasi dalam sikap terhadap imigran dan integrasi. Generasi muda umumnya lebih positif sementara yang lebih tua menilai negatif.
16 persen dari koresponden yang berusia di bawah 25 tahun setuju jika umat muslim harus dikeluarkan dari negara tersebut. Sementara untuk komentar yang sama dari koresponden dengan usia di atas 40 tahun jumlahnya 30 persen.
Menurut Profesor Christian Albrekt Larsen dari Universitas Aalborg, persepsi tentang apa yang dibutuhkan oleh negara berubah dari generasi ke generasi. Generasi muda Denmark menekankan kewarganegaraan, membayar pajak, dan kontribusi sosial, sementara generasi tua percaya dengan kekuatan keluarga termasuk berbagi landasan nilai-nilai Kristen.
Dilansir di Sputniknews, sikap warga Denmark yang sebagian besar anti terhadap muslim mengejutkan ahli terkemuka dari negara tersebut.
"Hasil survei ini agak menakutkan, tidak peduli bagaimana anda menafsirkannya. Mengusir keberadaan Muslim bertentangan dengan konstitusi kebebasan beragama. Fakta bahwa begitu banyak orang setuju dengan hal tersebut menunjukkan penurunan nilai-nilai demokrasi dan hampir seluruhnya dapat disalahkan pada elit politik. Lama kelamaan ini akan memicu masalah lainnya yang lebih besar dan sulit dihentikan," ujar Jorgen Goul Andersen dikutip Kamis (24/10).
Menurutnya, angka-angka yang dihasilkan dari survei tersebut harus ditafsirkan dengan sedikit pesan. Pendekatan ini berkaitan dengan pandangan muslim sebagai musuh yang tidak jelas dibandingkan seseorang yang bersahabat.
Jorgen Goul juga menyebut belum diketahui seberapa dalam pandangan negatif ini. Ia menekankan jika partai sayal kanan Stram Kurs yang mendorong agar Denmark bebas dari Islam dan membatalkan kewarganegaraan setiap warga asing, menang 1,8 persen dalam pemilihan Juni lalu.
"Pada akhirnya, sayap kanan telah kembali dan simpti terhadap mereka bisa sangat kecil," ujarnya.
Sementara itu Prof Larsen juga terkejut dengan hasil survei yang ada. Ia menilai hasil tersebut sebagai hal yang menyedihkan karena ada banyak orang setuju agar umat Islam dideportasi dari Denmark.
"Ini mungkin efek dari pergeseran paradigma bahwa para pengungsi harus segera dikirim kembali ke negaranya jika kondisinya telah memungkinkan. Ini juga berlaku jika mereka telah memiliki pekerjaan di Denmark. Hal ini didukung dengan politik repatriasi, yang diusung oleh mayoritas Venstre dan Sosial Demokrat. Ketika pemimpin partai mengatakan demikian, maka banyak pemilihnya akan mengikuti," ucapnya.