REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta 2020 diusulkan lebih kecil menjadi Rp 89,44 triliun dibandingkan dengan rencana usulan awal dalam Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) usulan sebesar Rp 95,99 triliun. Terjadi penurunan Rp 6,4 triliun dari usulan awal Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Saefullah mengatakan penurunan angka APBD DKI Jakarta 2020 tersebut adalah hal yang biasa, dan penurunan bisa dijelaskan. Salah satu alasannya, jelas Saefulloh, penurunan terjadi karena dana bagi hasil pemerintah pusat ke Pemprov DKI Jakarta, tidak disetorkan.
Selain itu, sambung dia, penurunan angka itu juga terkait Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (Silpa), total semuanya sekitar Rp 6,39 triliun. "Sebesar Rp 6,4 triliun (dibulatkan). Itu tidak disetorkan dan menjadi piutang pemerintah pusat, dan dibayarkan pada 2020 nanti. Tanggalnya kapan, itu menunggu schedule dari Perpresnya nanti," kata Saefulloh kepada wartawan di Balaikota, Kamis (24/10).
Saefullah mengungkapkan, hasil rapat bersama Badan Anggaran DPRD DKI Jakarta Rabu kemarin, rancangan KUA-PPAS perubahan telah dibahas. Perubahan ini mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2007 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
Kemudian, Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 33 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2020, serta Pergub Nomor 61 Tahun 2019 tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2020.
"Kami berharap pembahasan Rancangan KUA-PPAS ini bisa sampai proses MoU dan menjadi RAPBD tidak melewati batas waktu yang ditentukan oleh Kementerian Dalam Negeri," ujar Saefullah yang juga menjabat Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).
Dia menjelaskan, berdasarkan Rancangan KUA-PPAS APBD 2020 yang disusun TAPD terdapat sejumlah penyesuaian postur APBD 2020. Antara lain, peningkatan nilai Rancangan KUA-PPAS 2020 sebesar Rp 95,99 triliun dari penetapan APBD 2019 yang mencapai Rp 89,44 triliun.
Tren tersebut diikuti dengan penurunan proyeksi total pendapatan daerah sebesar Rp 87,22 triliun menjadi Rp 86,10 triliun atau sebesar Rp 1,12 triliun pada Rancangan KUA-PPAS Tahun Anggaran 2020.
Selain itu, TAPD memproyeksikan penurunan postur belanja sebesar Rp 84,20 triliun menjadi Rp 80,36 triliun pada Rancangan KUA PPAS APBD 2020. Besaran angka tersebut akan diperoleh dari proyeksi Belanja Tidak Langsung sebesar Rp 36,32 triliun dan Belanja Langsung sebesar Rp 44,04 triliun.
"Terjadi penurunan postur penerimaan pembiayaan sebesar Rp 8,77 triliun menjadi Rp 3,34 triliun pada Rancangan KUA-PPAS APBD 2020. Untuk proyeksi postur pengeluaran pembiayaan sebesar Rp 11,79 triliun menjadi Rp 9,07 triliun," terangnya.
Menurutnya, setelah dilakukan pembahasan akan dilakukan penyampaian Raperda APBD dan Rapergub penjabaran APBD kepada Kemendagri RI untuk dievaluasi. "Waktu untuk evaluasi oleh Kemendagri itu dilakukan dalam tempo tiga hingga lima belas hari kerja," terang Saefullah.
Saefullah mengatakan setelah pembahasan di Banggar, pembahasan perubahan KUA-PPAS dilanjutkan ke Komisi direncanakan Senin depan. Disitu, akan ada pembahasan secara rinci komisi-komisi dengan SKPD (Satuan Lerja Perangkat Daerah). Disitu dikoreksi, dievaluasi bisa memberikan masukan, bisa menghapus, bisa menambah, bisa mengurangi, menambah kegiatan ini.
"Itu masih boleh sepanjang KUA-PPAS ini, belum menjadi kesepakatan antara legislatif dan eksekutif, dan berubah menjadi APBD 2020. Jadwalnya ada di dewan, kita ikut saja. Tetapi waktu yang diberikan Kemendagri paling lambat 30 November. Setelah dimasukan ke Kemendagri, untuk evaluasi supaya, 1 Januari 2020 sudahbisa digunakan," jelasnya.