Jumat 25 Oct 2019 10:10 WIB

OJK Siapkan Strategi Penguatan dan Pengembangan BPR

BPR sangat dibutuhkan masyarakat karena layanannya yang sangat dekat dengan warga.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolanda
Bank Perkreditan Rakyat (ilustrasi).
Foto: Wordpress.com
Bank Perkreditan Rakyat (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berupaya mendorong industri perbankan termasuk Bank Perkreditan Rakyat (BPR) untuk meningkatkan struktur permodalan melalui merger. Merger BPR merupakan bagian dari Program Konsolidasi Perbankan dalam rangka memperkuat industri perbankan di dalam negeri.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan kelembagaan BPR perlu didorong permodalan yang kuat agar industri tersebut mampu tumbuh sehat dan produktif. 

“BPR dapat menyediakan dana bagi sektor rill khususnya usaha mikro dan kecil serta agar BPR dapat menyerap risiko-risiko yang mungkin terjadi,” ujarnya dalam keterangan tulis, Jumat (25/10).

Menurunya kehadiran BPR masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat karena banyak layanan BPR yang tidak dapat diberikan oleh bank umum atau lembaga keuangan lainnya. Semisal lokasi yang dekat dengan masyarakat, layanan yang cepat dan sederhana dengan mengedepankan pendekatan personal dan metode jemput bola, serta karakteristik produk yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat sekitar.

“Sejumlah strategi untuk penguatan dan pengembangan BPR sudah disiapkan OJK agar BPR dapat terus tumbuh dan berkembang melayani masyarakat,” ucapnya.

Adapun sejumlah strategi tersebut antara lain penguatan kelembagaan, penguatan tata kelola dan prinsip kehati-hatian, penguatan infrastruktur (SDM dan TI) serta penguatan daya saing melalui branding industri BPR, kerja sama berbasis Teknologi Informasi dan inovasi produk dan layanan.

OJK juga telah menerbitkan ketentuan-ketentuan untuk berbagai aspek BPR antara lain pertama aspek kelembagaan, yaitu ketentuan kelembagaan BPR, kegiatan usaha dan wilayah jaringan kantor, tata kelola, dan ketentuan mengenai rencana bisnis BPR.

Kedua aspek prudensial, yaitu Ketentuan tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM), penerapan manajemen risiko, Kualitas Aset Produktif, dan pelaporan BPR melalui sistem pelaporan OJK. 

Ketiga aspek Infrastruktur TI dan SDM, yaitu mengenai Standar Penerapan Teknologi Informasi (SPTI) dan sertifikasi kompetensi kerja bagi pengurus BPR.

Secara nasional, hingga Agustus aset, dana pihak ketiga dan kredit industri BPR terus berkembang yaitu total aset industri BPR mencapai Rp 143,2 triliun atau tumbuh 9,62 persen year on year (yoy), DPK sebesar Rp 97,9 triliun atau tumbuh 10,82 persen (yoy), dan kredit yang disalurkan sebesar Rp 106,1 triliun atau tumbuh 11,44 persen (yoy).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement