REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Pejalan Kaki menyebutkan, upaya penegakan hukum terhadap perampas hak bagi pejalan kaki di trotoar Jakarta masih lemah. Menurut koalisi, pelanggaran di trotoar seakan dibiarkan.
"Itu kegagalan penataan kota yang bertujuan mewujudkan kota yang beradab," kata Ketua Koalisi Pejalan Kaki, Alfred Sitorus, di Jakarta, Selasa sore.
Pernyataan tersebut merujuk pada hasil audit sosial yang dilakukan pihaknya terhadap proses revitalisasi trotoar yang tengah bergulir masif di sejumlah kota di Jakarta. Dari laporan yang dihimpun melalui kanal pengaduan masyarakat serta hasil inspeksi lapangan, menurut Alfred, masih banyak trotoar yang belum ramah bagi penggunanya.
Koalisi pejalan kaki melakukan aksi bela trotoar (ABT) yang bertajuk 'gue pemotor, gue enggak lewat trotoar' di Kawasan Kota Kasablanka, Jakarta, Kamis (23/8).
Kriteria trotoar ramah, menurut Alfred, di antaranya bebas dari hambatan, seperti pedagang kaki lima, parkiran liar, pangkalan ojek bayangan, hingga aman bagi penyandang disabilitas. Salah satu temuan adalah pijakan trotoar di kawasan Panglima Polim, Jakarta Selatan, yang ambles akibat sering dijadikan area parkir bus.
Selain itu, ada pula trotoar jalan yang ditutup warga menggunakan batang kayu sebagai proteksi terhadap pengendara motor yang sering melintas. Alfred mengingatkan bahwa langkah semacam itu keliru.
"Saya melihat masyarakat ada yang melakukan proteksi trotoar jalan kaki, tapi salah kaprah melakukan perannya. Ini bukti masih lemahnya penegakan hukum di Jakarta," katanya.
Sejumlah trotoar khusus bagi lintasan penyandang disabilitas juga belum steril dari hambatan yang berpotensi mengancam keselamatan. Alfred mengungkapkan, ada saja jalur pedestrian yang terhalang tiang listrik, kabel, hingga menjadi parkiran kendaraan.
"Ini bagaimana penegakan hukumnya. Jangan sampai pejalan kaki dibiarkan bertarung dengan 'predator' yang merampas hak pejalan kaki," katanya.