Jumat 01 Nov 2019 12:30 WIB

Wamenlu: Indonesia Dorong Evaluasi Sawit Secara Adil

Sawit akan menjamin pengembangan minyak nabati dunia akan berkelanjutan.

Pekerja mengangkut kelapa sawit ke dalam truk di Perkebunan sawit di Mesuji raya, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan.
Foto: Antara/Budi Candra Setya
Pekerja mengangkut kelapa sawit ke dalam truk di Perkebunan sawit di Mesuji raya, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Mahendra Siregar mengatakan Indonesia sangat terbuka dan justru ingin mendorong langkah bersama internasional untuk benar-benar melakukan evaluasi dan kebijakan menyeluruh terhadap minyak nabati dari perspektif lingkungan hidup.

"Prinsipnya harus adil, jangan hanya dilihat dari satu sisi saja. Apalagi sisi yang tidak dilakukan secara saintifik," ujarnya usai menjadi pembicara utama di konferensi minyak sawit 15th Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2019 and 2020 Price Outlook di Nusa Dua Convention Center, Bali, Jumat (1/11).

Baca Juga

Mahendra mengatakan, sawit akan menjamin pengembangan minyak nabati dunia akan berkelanjutan. Produktivitas sawit tinggi, memberikan lapangan kerja dan nilai tambah tinggi serta manfaat turunannya juga besar.

"Jadi dalam konteks perbandingan dengan minyak nabati yang lain serta permintaan dunia yang akan meningkat terus, maka minyak kelapa sawit adalah jawaban terbaik terhadap minyak nabati. Makanya pemerintah Indonesia terus mendorong pemanfaatan dan nilai tambah serta permintaan penggunaan minyak sawit itu sendiri," ujarnya.

Dia mengatakan, masa depan pasar minyak sawit dunia ada di Indonesia dengan konsumsi terbesar bisa mencapai 25 juta ton. "Saya melihat tidak ada potensi pasar sawit di dunia selain Indonesia yang terbesar. Urutan kedua India di kisaran 10 juta ton," kata Mahendra

Dia memperkirakan dengan jangka waktu 5 hingga 10 tahun ke depan mayoritas produksi sawit yang dihasilkan bakal dipakai untuk kebutuhan dalam negeri. "Kalau sekarang mungkin hanya kisaran 30 persen untuk pasar domestik. Tapi saya yakin dan optimis 5 hingga 10 tahun ke depan bisa mencapai 60 persen. Sisanya baru kita ekspor atau kita pakai turunannya yang kemudian turunannya diekspor," katanya.

Mahendra melihat potensi besar ada di negara-negara Asia Selatan seperti India, Pakistan, Bangladesh. Pemerintah mendorong untuk menjalin kemitraan dan kerjasama terhadap sejumlah negara berkembang tersebut.

"Kerja sama bilateral dengan prinsip saling menguntungkan tentunya. Bukan yang kita mengalah terus dan orang untung terus," ujarnya.

Untuk itu, ia mendorong untuk pemenuhan minyak nabati negara-negara berkembang yang makin besar dan penting ekonominya. "Jadi bukan persoalan pemenuhan konsumen Eropa yang kita lihat perekonomiannya sudah masuk kondisi sunset," katanya.

Apalagi Mahendra melihat kebijakan perdagangan yang tidak fair dari Uni Eropa dengan beragam diskriminasinya. "Makanya kita tuntut mereka ke World Trade Organization (WTO) adalah sebuah keharusan atas diskriminasi selama ini," kata dia.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement