REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - - Kementerian Perhubungan mengungkapkan monopoli tol laut sebagian besar terjadi karena ada salah satu pihak yang bisa mendapatkan pemesanan kontainer yang paling banyak. Pada pertengahan 2018, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut telah mendesain suatu sistem yang berbasis digital disebut Informasi Muatan dan Ruang Kapal (IMRK). Adapun tujuan diciptakan sistem IMRK ini untuk mendata _shipper,_ jasa pengurusan transportasi, _consignee,_ dan perusahaan pelayaran pengangkut.
“Analisa dari sistem IMRK, kita mendapati potensi terjadinya monopoli pada 5 titik, yang pertama shipper/forwarder tertentu menguasai _booking order_ kontainer dengan cara yang bervariasi, kemudian _forwarder_ ada yang bersamaan menjadi _consignee_ sehingga muncul kecenderungan memanfaatkan kuota,” ungkap Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Capt. Wisnu Handoko saat diskusi bersama awak media di Jakarta, (1/11).
Wisnu menjelaskan, penyebab atau potensi lain terjadinya monopoli tol laut yaitu pada satu perusahaan pelayaran operator, ada kecenderungan hanya beberapa forwarder yang melayani. “Kita mensinyalir ada potensi juga di situ karena forwardernya ini-ini saja, kecenderungannya kalau itu-itu saja harga cenderung tinggi karena tidak punya pilihan lain,” katanya.
Potensi monopoli selanjutnya yaitu hanya ada satu koperasi tenaga kerja bongkar muat (TKBM) yang melayani pada satu pelabuhan. “Satu DLKr/DLKp dalam pelabuhan itu disingkat satu koperasi TKBM, karena tidak ada kompetisi disitu hanya TKBM itu saja maka akhirnya biayanya tinggi,” ujar Wisnu.
Sedangkan potensi yang kelima, consignee yang menjual barang sama dengan atau di atas harga pasar. Ia mengatakan selama ini dirinya mengamati bahwa rata-rata disparitas harga turunnya antara 20-25 persen.
Wisnu mengatakan, dalam penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik tol laut angkutan barang, ada yang namanya proses pemesanan container atau _order container_ atau proses _shipping instruction_ dan melalui pemesanan ruang muat kapal dalam penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik untuk angkutan barang di laut.
Dikatakannya, salah satu tujuan diberlakukan SOP tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) penetapan shipping instruction dan pemesanan ruang muat kapal dalam penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik untuk angkutan barang di laut adalah untuk mencegah terjadinya monopoli dan pembagian ruang muat kapal yang tidak adil diantara shipper dan daerah/pelabuhan tujuan tol laut di daerah Tertinggal, Terpencil, Terluar dan Perbatasan (3TP).
Oleh karena itu, Wisnu menegaskan, langkah pertama yang dilakukan Kemenhub dalam mengatasi monopoli tol laut ini dengan melakukan perbaikan pada SOP _shipping instruction_ dan sistem IMRK untuk mencegah monopoli order kontainer.
Perlu diketahui bahwa IMRK tidak dapat menyeleksi kepemilikan perusahaan yang dimiliki oleh satu orang.
Selain itu, langkah berikutnya dengan melakukan pembatasan kuota _order container_ berdasarkan kuota untuk _shipper_ dan _consignee._ “Kami juga akan melakukan pemberian sanksi kepada _forwarder_ yang memanfaatkan kuota untuk _consignee_ tertentu,” katanya.
Sementara itu, Sistem IMRK yang ada juga akan dikembangkan agar lebih transparan dalam penyediaan informasi. “Sistem IMRK harus bisa menginformasikan biaya logistik secara transparan, dan sistem IMRK harus mudah digunakan oleh consignee yang ada di daerah,” ucap Wisnu.
Selanjutnya pihaknya juga akan segera melakukan perbaikan segera pada peraturan koperasi TKBM serta akan memberikan sanksi kepada _consignee_ yang menjual sama dengan atau diatas harga pasar.
Selain itu, juga segera berkonsultasi dengan Komite Pengawasan Persaingan Usaha untuk melihat opsi opsi perbaikan sistem pada proses bisnis dalam penyelenggaraan tol laut. Sehingga pemodal besar di daerah tidak serta merta bisa mengambil keuntungan yang tidak wajar.
"Di samping itu kami terus mendorong penggunaan teknologi informasi guna peningkatan transparansi biaya logistik pada ekosistem yang ada," ujarnya.