REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Indonesia merupakan negara yang memiliki letak di kawasan cincin api (ring of fire) yang berpotensi terkena bencana. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) berencana memperluas daerah jangkauan pemetaan sebagai langkah antisipatif, khususnya dalam menghadapi bencana tsunami.
Kepala BPPT Hammam Riza mengatakan saat ini BPPT akan melanjutkan tugasnya mengurangi risiko bencana. Kali ini BPPT akan melakukan survei kelautan dalam upaya pemetaan Cable Base Tsunameter (CBT) menggunakan Kapal Riset (KR) Baruna Jaya I untuk koridor Lampung Barat tepatnya di Krui dan Selatan Jawa tepatnya di Pelabuhan Ratu. Kegiatan survei ini akan dilakukan selama 5 hari yakni mulai 1 hingga 5 November 2019.
"KR Baruna Jaya I BPPT, akan lakukan survei kelautan guna melakukan pemetaan CBT koridor Lampung Barat dan Selatan Jawa pada 1-5 November 2019," kata Hammam dalam siaran pers Jumat (1/11).
Hammam pun menyatakan kesiapan BPPT dalam melakukan survei untuk Ina Tsunami Early Warning System (TEWS).
"BPPT siap melakukan survei Ina TEWS (Tsunami Early Warning System). Menggunakan KR Baruna Jaya I, tim akan memulai pemetaan jalur kabel bawah laut untuk CBT," ujar Hammam.
Hammam menegaskan bahwa sebagai lembaga kaji-terap teknologi, BPPT siap menerapkan teknologi untuk meminimalisir risiko bencana. Sehingga ke depannya, Indonesia bisa menjelma menjadi negara yang tangguh dalam menghadapi bencana.
Sementara itu, Kepala Balai Teknologi Survei Kelautan BPPT M. Ilyas menyampaikan jarak untuk pemasangan kabel pada jalur CBT di koridor Lampung Barat dan Selatan Jawa itu sejauh 631 kilometer. BPPT nantinya tidak hanya akan menentukan jalur CBT saja, namun juga jenis kabel yang hendak digunakan untuk dua koridor tersebut.
Sebab pemilihan jenis kabel ini harus disesuaikan dengan jenis daerah yang akan disasar.
"Dari pemetaan ini, akan diketahui jenis kabel yang akan digunakan. Apakah jenis kabel double armor atau kabel single armor, karena daerah karang akan beda dengan daerah yang pasir," kata Ilyas.