REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pegawai pemerintah non pegawai negeri (PPNPN) dan pegawai kontrak di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengalami hal serupa dengan pegawai honorer Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman. Kru Kapal Baruna Jaya yang telah mengabdi 19 tahun turut menjadi korban peleburan BPPT ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
"Ada 38 kru Kapal Baruna Jaya outsourcing di antara mereka sudah ada yang bekerja selama 19 tahun lebih, yang 10 dan 15 tahun," ungkap Juru Bicara Paguyuban PPNPN BPPT, Andika, lewat pesan singkat, Rabu (5/1).
Andika mengatakan, selain 38 kru kapal tersebut, ada 12 PPNPN yang juga terkena penonaktifan. Para PPNPN itu merupakan teknisi dan pendukung manajemen di Kapal Baruna Jaya.
Dia mengatakan, tidak ada penawaran opsi-opsi kepadanya sebagaimana yang dilakukan kepada pegawai honorer LBM Eijkman. "Tidak sama sekali penawaran atau pemberitahuan ini sebagai informasi," jelas dia.
Terkait video yang viral di media sosial dia menjelaskan, video tersebut diambil saat kepulangan Kapal Baruna Jaya I yang baru saja sampai di Pelabuhan Nizam Zachman, Jakarta, pada 30 Desember 2021. Kapal beserta para kru kala itu baru saja menyelesaikan misi pemasangan inabuoy tsunami di Selatan Pulau Jawa sampai dengan Sumba, Nusa Tenggara Timur.
"Setelah menyelesaikan misi pemasangan inabuoy tsunami di Selatan Pulau Jawa sampai Sumba atau di Samudera Hindia selama satu bulan. Salah satu program prioritas nasional yg harus diselesaikan institusi kami dulu," kata dia.
Melihat semua yang terjadi, Andika berharap para pimpinan BRIN dapat mengupayakan agar mereka dapat melanjutkan tugas di BRIN. Sebab, menurut dia, para mantan PPNPN dan pekerja kontrak di Kapal Baruna Jaya sudah mengabdi untuk bangsa dan negara ini dengan segala tugas-tugasnya.
"Sekiranya pimpinan BRIN mengupayakan kami yang sudah mengabdi untuk bangsa dan negara ini untuk dapat melanjutkan tugas kami di BRIN," jelas dia.
Baca juga:
- BPPT: Kapal Baruna Jaya IV Siap Cari Pesawat Sriwijaya Air
- Empat Kapal Riset Dukung Pemetaan Laut Indonesia
- Ini Analisis BPPT ke Mana Arah Kapal Selam Tenggelam
Andika mengungkapkan, deretan tugas berdasarkan program nasional yang pernah dilalui bersama-sama di Kapal Baruna Jaya. Dia menyebutkan, mereka melakukan survei Landas Kontinen Indonesia di Barat Aceh, Utara Papua, dan Barat Daya Sumatera.
Mereka juga melakukan survei investigasi kecelakaan bersama KNKT dan Basarnas. "Dalam kecelakaan pesawat, Nanggala 402, penemuan black box Sriwijaya SJ182, Lion Air, Air Asia, Adam Air, kapal tenggelam Bahuga Jaya, MV Nur Alya, dan masih banyak lagi kecelakaan transportasi lainnya," terang dia.
Hari ini, Andika beserta Paguyuban PPNPN BPPT mendatangi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk melakukan audiensi. Selain itu, mereka juga membuat laporan kepada Komnas HAM perihal harapan mereka.
Terkait dengan hal tersebut, Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, menjelaskan, sesuai dengan regulasi yang ada, tenaga honorer di lembaga pemerintah selalu berbasis kontrak tahunan dan wajib diberhentikan pada akhir tahun anggaran. Saat pemberhentian itu, kata dia, memang tidak ada pesangon yang diberikan.
"Tentu tidak ada pesangon. Kalau ada pesangon itu melanggar hukum. Di kontrak yang mereka tanda tangan pasti tertera hal tersebut. Kalaupun ingin memberi, kami tentu tidak bisa memberikan hal semacam itu," kata Handoko, Rabu (5/1/2022).
Handoko menjelaskan, BRIN tidak bisa merekrut kembali seluruh tenaga honorer yang diberhentikan pada akhir tahun anggaran 2021. Sebab, kata Handoko, pengintegrasian lima entitas lembaga penelitian sudah dilaksanakan dan pekerjaan yang sebelumnya dilakukan sendiri-sendiri oleh lima tim sudah dijadikan satu tim.
"Tentu kami tidak bisa merekrut kembali seluruhnya, karena banyak pekerjaan yang tadinya dikerjakan sendiri-sendiri oleh lima tim, sekarang jadi satu dan tentu hanya perlu satu tim," jelas dia.
Selain itu, dia juga menerangkan, pada 2023 nanti lembaga pemerintah tidak lagi diperkenankan untuk menggunakan sistem PPNPN. Karena itu, Handoko menerangkan, pihaknya sudah beralih ke penggunaan sistem alih daya atau outsourcing.
"Itu sebabnya kami mulai tahun ini sudah tidak ada perpanjangan untuk tenaga honorer, dan digantikan dengan mitra operator," jelas dia.
Menurut Handoko, para mantan tenaga honorer bisa saja kembali bertugas di BRIN dengan mendaftar ke mitra-mitra operator yang akan bekerja sama dengan BRIN ke depan. Dia melihat, jika mantan tenaga honorer tersebut betul-betul ahli di bidang yang dibutuhkan, mitra operator pasti memerlukan jasanya.
"Bisa saja (kembali bertugas bersama BRIN), tergantung operator. Kalau yang benar-benar ahli kemungkinan bisa diterima karena operator pasti masih memerlukan," kata dia.