REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam bertemu Presiden China Xi Jinping di Shanghai, Senin (4/11). Pertemuan itu terjadi saat Hong Kong masih dilanda gelombang demonstrasi yang telah berlangsung selama lima bulan.
Dalam pertemuan tersebut, Xi memuji Lam yang telah berupaya keras mengembalikan stabilitas di Hong Kong. Hingga kini wilayah tersebut masih bergejolak.
"Xi menyuarakan kepercayaan tingkat tinggi pemerintah pusat pada Lam dan pengakuan penuh atas pekerjaan serta tim pemerintahannya," kata kantor berita Xinhua dalam laporannya.
Xi meminta Lam menemukan upaya efektif untuk menjalin dialog dengan masyarakat Hong Kong dan meningkatkan kesejahteraan mereka. "Mengakhiri kekerasan dan kekacauan serta memulihkan ketertiban tetap menjadi tugas paling penting bagi Hong Kong saat ini," ujar Xi.
Pemerintah China sempat dilaporkan berencana mencopot jabatan Lam. Posisi dia nantinya akan diisi oleh kepala eksekutif sementara.
Kabar mengenai rencana pencopotan Lam diterbitkan oleh Financial Times pada Oktober lalu dengan mengutip sumber-sumber yang mengetahui perundingan tersebut. Mereka mengatakan, sebelum keputusan tentang pencopotan Lam dibuat, para pejabat di China menginginkan situasi di Hong Kong kembali stabil terlebih dahulu.
Beijing tak ingin terlihat mereka telah menyerah pada tuntutan para demonstran. Dalam demonstrasi yang telah berlangsung selama sekitar lima bulan, massa memang mendesak Lam mundur dari jabatannya.
Jika Xi Jinping merestui pencopotan Lam, Beijing disebut akan menunjuk penggantinya pada Maret 2020. Tokoh pengganti itu akan melanjutkan sisa masa jabatan Lam yang berakhir pada 2022. Terdapat dua calon yang disebut berpotensi menggantikan Lam, yakni Kepala Otoritas Moneter Hong Kong Norman Chan dan kepala sekretaris administrasi wilayah Hong Kong Henry Tang.
Aksi demonstrasi di Hong Kong telah berlangsung sejak Juni lalu. Hingga kini, belum ada tanda-tanda unjuk rasa akan mereda.
Pemicu utama pecahnya demonstrasi di Hong Kong adalah rancangan undang-undang ekstradisi (RUU). Masyarakat menganggap RUU itu merupakan ancaman terhadap independensi proses peradilan di sana. Sebab jika disahkan RUU itu memungkinkan otoritas Hong Kong mengekstradisi pelaku kejahatan atau kriminal ke China daratan. Hong Kong telah secara resmi menarik RUU tersebut.