REPUBLIKA.CO.ID,LONDON -- Sejumlah balai Lelang di Inggris seperti Christie's, Sotheby's dan Bonhams baru-baru ini menggelar Pekan Seni Islam. Acara dua tahunan itu menampilkan seni India dan seni Timur Tengah yang modern dan kontemporer. Kegiatan Pekan Seni Islam itu baru diperkenalkan oleh balai lelang Christie's pada 2017.
Pekan Seni Islam ini digelar bagi para kolektor, kurator, dan penikmat benda-benda kuno dari seluruh dunia. Akses yang gratis ke galeri pra-penjualan ini memberikan masyarakat kesempatan untuk belajar tentang Islam dan seni Islam.
Direktur pelaksana sekaligus wakil ketua Christie's, Michael Jeha, mengatakan bahwa keputusan untuk memindahkan penjualan dari Dubai ke London itu bertujuan untuk menginternasionalkan pasar lebih jauh untuk Seni Timur Tengah.
Sementara kepala Departemen Seni Islam dan India di Christie's, Sara Plumbly, menunjukkan bahwa karya-karya yang menarik yang ditampilkan di balai tersebut ialah termasuk manuskrip Alquran dan peti mati kayu yang berasal dari Gujarat, India. Sementara sebuah folio Alquran yang mencolok dari sebuah manuskrip mencakup ayat-ayat dari surah Asy-Shu'ara.
Plumbly mengatakan, naskah Alquran yang digunakan begitu indah, rumit dan halus yang dikenal sebagai Maghrebi. Maghrebi adalah bentuk kursif dari alfabet Arab yang dipengaruhi oleh hurup Kufik, yang dikembangkan di Afrika Utara dan Andalusia. Karena warnanya, karya itu disebut sebagai folio Alquran pink oleh spesialis Seni Islam.
Pada Oktober lalu, penjualan di balai lelang tersebut menampikan tekstil, perhiasan, lukisan, keramik dan karya seni dari Spanyol ke China. Selain itu, adapula benda-benda Islam yang dipengaruhi oleh metode artistik dari Tiongkok.
Karya paling mahal yang terdaftar adalah folio dua sisi bergambar dari abad ke-15 yang berjudul "The Angel of Bounty and the Arrival at the Second Heaven of Pearls" dan bifolium dua sisi bergambar berjudul "The Two Hells Reserved for Misers and Flatterers" dari Nahj al-Faradis. Kedua karya itu dikisari harga 901.211 dolar hingga 1,28 juta dolar.
Sedangkan benda yang paling murah adalah koleksi perak dan kuningan berbentuk domba yang dilapisi baja dan kuningan atau baja berbentuk unta yang berlapis emas dan perak. Koleksi ini berasal dari Iran dari abad ke-19 dan dimiliki oleh koleksi pribadi di Swiss. Benda itu dikisari harga 2.574 dolar hingga 3.862 dolar.
Meskipun tidak diketahui pasti sebesar banyak seni Islam menarik perhatian kolektor, namun Plumbly mengatakan ada permintaan yang relatif tinggi untuk seni semacam itu selama acara lelang. Ia mencatat sebelumnya Christie's sukses dalam penjualan selama Pekan Seni Islam yang digelar pada April lalu.
Sementara itu, dilansir di The Arab Weekly, Ahad (17/11), ada karya yang memicu banyak ketertarikan, yakni Alquran yang ditulis untuk Sultan Qaytbay (1462-96), sultan Mamluk ke-18 Mesir. Dengan kisaran harga 644.000 dolar hingga 1,02 juta dolar, Alquran itu dijual seharga 4,79 juta dolar. Menurut Plumbly, tingginya permintaan akan Alquran Mamluk itu ialah karena kitab tersebu memiliki sebuah prasasti yang menyatakan untuk siapa kitab itu dibuat, dalam hal ini Sultan Qaytbay.
"Sangat jarang menemukan manuskrip Alquran dengan prasasti persembahan untuk kerajaan. Memiliki satu, tentunya, meningkatkan makna pentingnya, nilai, dan permintaan," kata Plumbly.
Meski begitu, dalam melakukan pekerjaan lelangnya, Christie's tetap memperhatikan asal benda antik tersebut. Terutama, benda-benda yang berasal dari daerah konflik seperti Suriah dan Irak, di mana banyak warisan seni budaya yang dihancurkan atau dijarah.
Dalam hal ini, Christie's lebih dulu mengontentifikasi asal hukum dari karya-karya tersebut. Termasuk, mengajukan pertanyaan ketat tentang karya seni tersebut dan dokumen yang memperlihatkan perolehan legalnya. Proses uji tuntas memastikan karya seni yang ditawarkan adalah sah dengan sumber yang baik.
Dalam satu kasus, Christie's pernah melelang benda berupa mangkuk Safavid dari tembaga dari abad ke-17 pada lima tahun lalu. Setelah dilakukan penelitian mendalam, mangkuk tersebut rupanya koleksi milik Museum Nasional Afghanistan di Kabul yang dijarah. Dengan bekerja sama dengan Museum Inggris, mangkuk tersebut akhirnya dikembalikan ke tempatnya semula.