REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Memasuki musim hujan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jabar, terus melakukan kesiapsiagaan bencana alam. Menurut Kepala BPBD Provinsi Jawa Barat, Supriyatno, selama musim hujan di Jabar bagian selatan dan tengah ada 3.000 lokasi rawan pergerakan tanah yang harus diwaspadai. Sampai dengan hari ini, ada 468 kejadian tanah bergerak di Jabar.
Sedangkan untuk total berbagai bencana, di Jabar sudah terjadi 1.486 kejadian. Supriyatno mengatakan, selain menyiagakan petugas selama 24 jam, BPBD Jabar pun menyiagakan alat berat, logistik, hingga dapur mobile. Terkait dengan jumlah bantuan logistik kebencanaan di Jabar, tahun 2019 ini pemerintah telah menganggarkan Rp 1,2 miliar. Namun, pada 2020, Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan meningkatkan anggaran logistik kebencanaan di Jabar menjadi Rp 4,6 miliar.
"Tahun 2020 (anggaran kebencanaan) meningkat hampir empat kali dari tahun ini. Pak Gubernur ingin masyarakat yang terdampak, segera teratasi," ujar Supriyatno dalam Jabar Punya Informasi, di Bandung, Selasa (19/11).
Bahkan, kata dia, tak hanya pemerintah daerah yang mengalokasikan anggaran logistik, dari pemerintah pusat pun menyalurkan bantuan logistik sebesar Rp 4,9 miliar. Bantuan tersebut, langsung dibagikan ke 27 kota kabupaten.
Menurutnya, Pemprov Jabar terus menggugah kesadaran masyarakat agar lebih mengenali potensi bencana. Hal ini sangat penting untuk meminimalisasi dampak saat bencana terjadi.
BPBD Provinsi Jawa Barat, kata dia, mengubah konsep penanganan kebencanaan dari kedaruratan menjadi kesiapsiagaan. Jika sebelumnya lebih berorientasi pada penanganan pascabencana, kali ini fokus terhadap pengenalan potensi bencana yang akan terjadi.
"Perlu bangun kesadaran masyarakat tentang bencana," katanya.
Supriyatno menjelaskan, penanganan kesiapsiagaan itu memberi dampak yang signifikan terhadap keselamatan masyarakat. Warga yang mengetahui potensi bencana dan cara penyelamatannya, memiliki peluang selamat lebih besar yakni 35 persen dibanding mereka yang sama sekali tidak mengenalinya. "Yang tahu kebencanaan, itu bisa menyumbangkan 35 persen keselamatan untuk diri sendiri. Jika ada keluarga lainnya yang tahu, nambah 32 persen," katanya.
Dengan begitu, kata Supriyatno, jika seluruh warga mengenali potensi kebencanaan dan cara penyelamatannya, memiliki peluang selamat 95 persen. "Ini yang terjadi pada masyarakat Jepang. Korbannya lebih sedikit, beda dengan Cile (saat gempa terjadi)," katanya.
Dalam dua bulan ini saja, kata dia, pihaknya sudah melakukan sosialisasi terhadap 1.500 warga. Melalui cara itu, mereka pun direkrut untuk menjadi relawan agar mampu menyebarluasakan kembali ke masyarakat yang lain. Nantinya, mereka pun akan diperbantukan ke lokasi jika bencana terjadi.
"Edukasi, sosialisasi, simulasi. Kita bina selama empat hari untuk membantu masyarakat di lokasi-lokasi bencana," katanya.
Staf Data dan Informasi BMKG Bandung, Yan Firdaus Permadhi, mengatakan, puncak musim hujan di Jawa Barat akan terjadi pada Desember hingga Januari mendatang. Meski sudah mulai memasuki musimnya, saat ini curah hujan masih di bawah normal.
Hal ini juga terbukti, kata dia dengan hawa panas yang terasa akhir-akhir ini seperti di Bandung. "Terasa panas dan lembab, karena awan hujannya ada setiap hari, tapi tidak setiap hari hujan," kata Yan seraya mengatakan bencana yang rawan terjadi di Jabar selama musim hujan adalah longsor, banjir, angin kencang dan puting beliung.