REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Kuasa hukum pertama bos First Travel, Andika Surachman, Deski menilai sulit merinci aset Andika yang menurut penilaian jamaah berkurang. Alasannya sejak awal penyidik Polri yang menyita aset Andika tidak transparan.
"Masalah harta itu pada saat klien kami di BAP di kepolisian harusnya saya kuasa hukum dapat salinan BAP pelimpahan barang bukti atau P21 itu semua harusnya dapat, tapi saya tidak dapat sama sekali," kata Deski saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (22/11).
Deski mengatakan, jangankan untuk dapat berkas acara pemeriksaan yang di dalamnya ada daftar barang sitaan aset Andika, penyidik polri juga tidak memberi tahu kuasa hukum akan ada penggeledahan dan penyitaan.
"Pada saat penyidik masuk ke rumahnya Andika saya tidak diikutsertakan. Terakhir saya datang ke tempat rumah Andika itu rumah sudah acak-acakan itu rumah yang di Sentul benar-benar seperti habis dirampok," ujarnya.
Hal serupa juga kata Deski ketika penyidik polri menggeledah kantor Andika di Kuningan, Jakarta Pusat, kuasa hukum tidak dilibatkan. Seharusnya, sebagai kuasa hukum dapat mendampingi penggeledahan tersebut.
"Tujuannya biar kita bisa mengecek satu-satu barang-barang apa saja yang disita. Jadi saya datang ke Sentul waktu itu rumah sudah acak-acakan," katanya.
Seharusnya polisi bekerja profesional, mengajak setiap kegiatan penggeledahan atau penyitaan terhadap aset-aset Andika yang akan dijadikan sebagai alat bukti atas tindak pidana yang dilakukan Andika. Deski mengaku sampai kasus Andika disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) tidak tahu mana-mana saja aset Andika atau bukan aset milik Andika yang disita polisi. "Mengenai asetnya lebih dari itu yang tahu pak Andika,"
Deksi mengutip Andika, bahwa aset yang disita ketika itu nilainya semua jika dikalkulasikan bisa mencaai Rp 50 Miliar. Deski juga menyinggung mantan Kajari Depok Sufari saat diskusi di Indonesia Lawyers Club (ILC) yang mengatakan, bahwa ada di antara aset berupa mobil yang disita bukan milik Andika tetapi nama orang lain, sehingga mobil-mobil yang disita milik orang lain itu bisa dipinjam pakaikan.
Menurut Deski, yang dimaksud Sufari kendaraan yang disita dari Andika, namun atas nama orang lain itu, berdasarkan pengakuan Andika saat di BAP di Polda, penyidik minta Andika menandatangani kuitansi jual beli yang tanggalnya ditulis mundur. Dugaan dia, yang dimaksud Sufari ketika diskusi prosesnya seperti itu.
"Ini saya buka-bukaan saja ke (Republika.co.id) doang yang tahu. Itu yang Pak Andika bicarakan ke saya. Boleh dikonfirmasikan lagi ke Pak Andika. Pak Andika memang begitu pembicarannya" katanya.
Saat ditanya berapa jumlah kuitansi yang ditandatangani Andika dengan ditulis tanggalnya mundur, seakan-akan ada proses penjualan terhadap barang itu. Deski menjawab semua kendaraan yang disita penyidik Polri dan disimpan di kantor Bareskrim di kantor KKP.
"Enggak (satu) ya semua mobil-mobil di Mabes Polri itu. Saya nggak tahu mobilnya yang mana tapi yang pasti Hummer," katanya.
Deski mengatakan, lima mobil yang disita penyidik Polri di rumah Andika itu di persidangan disebut telah menjadi milik orang lain. Deski memastikan itu semua milik Andika yang diduga prosesnya, mobil itu jadi milik orang lain ketika Andika diminta penyidik menandatangani kuitansi dengan tanggal mundur saat diperiksa di Polda Metro Jaya.
"Saat dibicarakan di pengadilan itu yang disita lima mobil di Mabes Polri, katanya sudah milik orang lain . Enggak ada milik orang lain. Itu mobil Andika kok semuanya. Disita dari rumahnya Andika. Itu kalau cerita tentang mengenai aset," katanya.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Depok menjatuhkan vonis terhadap pendiri First Travel Andika Surachman dan istrinya, Anniesa Hasibuan, dengan hukuman masing-masing 20 tahun dan 18 tahun penjara. Direktur Keuangan First Travel Kiki Hasibuan juga dihukum 15 tahun penjara.
Permasalahan dimulai dari putusan tingkat kasasi di MA yang menetapkan bahwa seluruh harta First Travel bukan dikembalikan ke jamaah, melainkan dirampas oleh negara. Para korban kasus itu kemudian menyatakan keberatan dan meminta aset First Travel yang disita dapat dibagikan ke para korban.
Total barang sitaan pada kasus tersebut sebanyak 820 item, yang 529 di antaranya merupakan aset bernilai ekonomis, termasuk uang senilai Rp 1,537 miliar.
Putusan tersebut, membuat jamaah First Travel resah, karena dana yang mereka setorkan tidak bisa dikembalikan.
Pada Juli 2017, First Travel dihentikan kegiatannya oleh Satgas Waspada Investasi. Saat itu, First Travel diminta menghentikan penawaran perjalanan umrah promo yang dipatok dengan harga Rp 14,3 juta. First Travel melakukan penipuan terhadap kurang lebih 63 ribu calon jamaah, dengan total kerugian mencapai Rp 905,33 miliar.
Akibat penipuan perjalanan umroh dan tindak pidana pencucian uang dari uang setoran calon jamaah tersebut, Direktur Utama First Travel Andika Surachman mendapatkan hukuman penjara selama 20 tahun penjara.
Istri Andika, Anniesa dijatuhi hukuman selama 18 tahun penjara, dan keduanya diharuskan membayar dengan masing-masing Rp 10 miliar. Sementara Direktur Keuangan sekaligus Komisaris First Travel Siti Nuraida Hasibuan, dijatuhi hukuman penjara 15 tahun dan denda Rp 5 miliar.
Sebelumnya, pihak Kejaksaan Agung telah memerintahkan Kejaksaan Negeri Depok untuk menunda eksekusi aset pada kasus First Travel. Penundaan tersebut dilakukan hingga Kejaksaan selesai mengkaji tindak lanjut kasus itu, namun belum bisa dipastikan untuk berapa lama. Pihak Kejaksaan menyatakan bahwa akan berupaya untuk mencari solusi pengembalian aset nasabah yang mengalami kerugian.