REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Agus Arianto mengatakan hampir 85 persen habitat Gajah Sumatra di Aceh berada di luar kawasan konservasi hutan. Sehingga semakin sempit habitatnya maka konflik gajah liar dengan manusia kerap terjadi.
“Potensi terjadinya konflik gajah dengan manusia sering terjadi karena sempitnya habitat gajah di Provinsi Aceh, dan juga menjadi penyebab utama pemicu konflik,” katanya di Aceh Timur, Ahad (12/11).
Ia menjelaskan dalam upaya menjaga kelestarian keanekaragaman hayati terhadap satwa liar tersebut diperlukan peran dari berbagai stakeholder, lembaga swadaya masyarakat, pihak swasta, dan semua elemen masyarakat.
BKSDA Aceh mengharapkan dukungan dan peran dari berbagai pihak dalam penanggulangan permasalahan konflik gajah liar dengan manusia di provinsi setempat sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor :P.48/Menhut-II/2008 tentang Pedoman Penanggulangan Konflik antara Manusia dan Satwa Liar.
“Serta Surat Keputusan Gubernur Aceh Nomor 522.51/1097/2015 tentang pembentukan satuan tugas penanggulangan konflik antara manusia dan satwa liar Provinsi Aceh,” katanya.
Sebelumnya, kematian gajah kembali terjadi di Aceh, tepatnya di area perkebunan Afdeling 1 Keramat PT Atakana di Desa Seumanah Jaya Kecamatan Rantau Peureulak Kabupaten Aceh Timur.
BKSDA Aceh kemudian melakukan nekropsi dan mengambil beberapa sampel dari bangkai gajah sumatera tersebut untuk dikirim ke Puslabfor Polri.
"Hingga kini Balai KSDA Aceh masih menunggu hasil pengujian sampel dari Puslabfor Polri untuk mengetahui penyebab kematian satwa liar gajah tersebut," katanya