Selasa 03 Dec 2019 00:30 WIB

Azyumardi: Majelis Taklim Ajarkan Mengaji, tak Perlu Diatur

Azyumardi menilai pengaturan majelis taklim bisa berlebihan.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nashih Nashrullah
Cendekiawan muslim Azyumardi Azra saat menghadiri buka puasa bersama dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan tokoh tokoh muslim, Majelis Ulama Indonesia dan Dewan Masjid Indonesia (DMI) di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Senin (20/5).
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Cendekiawan muslim Azyumardi Azra saat menghadiri buka puasa bersama dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan tokoh tokoh muslim, Majelis Ulama Indonesia dan Dewan Masjid Indonesia (DMI) di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Senin (20/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Cendekiawan Muslim Prof Azyumardi Azra turut menanggapi soal terbitnya Peraturan Menteri Agama (PMA) nomor 29 tahun 2019 tentang Majelis Taklim. 

Menurut dia, tidak perlu ada pengaturan terhadap majelis taklim. "Majelis taklim itu tidak perlu diatur-atur. Dulu itu pada zaman almarhum Tuti Alawiyah, majelis taklim itu ya begitu itu. Majelis-majelis taklim mengajarkan doa dan mengaji," tutur dia kepada Republika.co.id, Senin (2//12).  

Baca Juga

Karena itu, Azyumardi mengatakan, kalau pun ada majelis taklim yang memberikan pengajaran agama yang cenderung keras, jumlahnya hanya segelintir dan ini bukanlah gejala umum. "Ini pengecualian, bukan gejala umum," papar dia. 

Azyumardi juga mempertanyakan urgensi diterbitkannya PMA tentang Majelis Taklim itu. Apalagi di dalamnya diatur soal siapa yang mengisi sebagai penceramah, isi ceramahnya, dan keharusan untuk menyampaikan laporan kepada Kemenag. 

"Saya heran negara ini mau apa. Misalnya majelis taklim ibu-ibu itu. Majelis taklim seperti ini diatur apanya, saya juga tidak tahu," ungkap guru besar sejarah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.

Menurut Azyumardi, saat ini kehidupan keberagamaan di Indonesia sudah baik sehingga pemerintah tidak perlu mengeluarkan sikap yang reaktif. Dia pun menyadari, ekstremisme dan radikalisme itu ada, tapi mengatasinya bukan dengan sikap yang terlampau reaktif. 

"Tidak bisa dibantah bahwa ada ekstremisme dan radikalisme. Kita tidak bantah. Tapi jangan berlebihan, karena sekarang ini (suasana keberagamaan) sudah bagus," ujar dia.  

PMA tentang Majelis Taklim terdiri atas enam bab, dengan 22 pasal. Aturan ini berisi mengenai tugas dan tujuan majelis taklim, pendaftaran, penyelenggaraan yang meliputi pengurus, ustaz, jamaah, tempat, dan materi ajar. 

Dalam PMA tersebut, Pasal 6 ayat 1 PMA ini mengatur bahwa majelis taklim harus terdaftar pada kantor Kementerian Agama. Kemudian, pada poin 2 disebutkan pengajuan pendaftaran harus dilakukan secara tertulis.  

Menteri Agama, Fachrul Razi, menyatakan regulasi tersebut akan memudahkan Kemenag dalam mengucurkan bantuan dana kepada majelis taklim. 

Sebab, menurutnya jika tidak ada regulasi yang mengatur maka tidak bisa memberikan bantuan kepada majelis taklim. 

Selama ini, menurutnya, belum ada payung hukum yang mengatur tentang majelis taklim di Indonesia. "Peraturan majelis taklim dibuat supaya kita mudah ngasih bantuan ke mereka. Kalau enggak ada dasar hukumnya kita tidak bisa ngasih bantuan," ujar Fachrul.  

 

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement