REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan Ali Mochtar Ngabalin mengingatkan Front Pembela Islam (FPI) tentang aturan yang berlaku di Indonesia mengenai organisasi kemasyarakatan (ormas). Hal tersebut dia sampaikan terkait dengan pernyataan FPI yang tidak lagi peduli terhadap perpanjangan izin surat keterangan terdaftar (SKT).
"Ya, itu terserah dia. Dia mau hidup baik, ya, kalau tidak juga terserah, yang pasti negeri ini ada aturannya, bukan hukum rimba yang berlaku di sini. Ada sejumlah regulasi yang mengatur tentang ormas, perkumpulan, dan lain-lain," kata Ngabalin di Jakarta, Ahad (22/12).
Ngabalin mengatakan setiap ormas maupun perkumpulan yang ingin mendapatkan status legal di Indonesia harus patuh terhadap aturan yang berlaku, termasuk memperpanjang SKT. Jika FPI tidak mengurus perpanjangan SKT tersebut, Ngabalin mengatakan bahwa status FPI sebagai ormas akan berubah.
"Nanti dilihat Departemen (Kementerian) Dalam Negeri, Departemen Kehakiman untuk apakah dia perkumpulan, ataukah dia menjadi paguyuban, atau menjadi Alumni 212 atau kelompok pengajian, 'kan bisa saja menjadi itu," kata Ngabalin.
Ia melanjutkan, "Yang pasti Anda sedang diurus dan diatur oleh suatu organisasi negara yang namanya pemerintah. Kalau Anda tidak mau diurus oleh pemerintah dengan persyaratan negara, ya, artinya rakyat Indonesia bisa memberikan penilaian."
Sebelumnya, Ketua Umum FPI Ahmad Sobri mengatakan pihaknya enggan memperpanjang SKT lantaran hal tersebut dianggap tidak bermanfaat terhadap ormas pimpinan Habib Rizieq Shihab itu.
Sekjen Kementerian Agama M. Nur Kholis Setiawan, Kamis (28/11), mengatakan FPI sudah memenuhi persyaratan permohonan rekomendasi organisasi kemasyarakatan yang diatur dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 14 Tahun 2019. "Seluruh persyaratan yang diatur dalam PMA 14/2019 sudah dipenuhi FPI sehingga kami keluarkan rekomendasi pendaftaran ulang SKT-nya," kata M. Nur Kholis lewat siaran pers yang diterima di Jakarta.
Namun, meski telah mendapatkan surat rekomendasi dari Kemenag, tidak membuat SKT FPI tak serta-merta diperpanjang izinnya oleh Kemendagri. Masih perlu ada kajian-kajian yang mendalam, seperti Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga FPI.
Salah satu yang jadi sorotan dalam AD/ART FPI adalah poin penerapan syariah secara kafah atau menyeluruh. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dalam rapat bersama Komisi II DPR RI di Gedung MPR/DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (28/11), menilai secara teologis poin itu bermakna positif.
Akan tetapi, FPI juga pernah mengeluarkan kampanye NKRI Bersyariah yang menimbulkan kesan FPI hendak mendorong penerapan hukum Islam di Indonesia sebagaimana di Aceh. "Kalau itu dilakukan bagaimana tanggapan elemen-elemen lain? Elemen nasionalis, misalnya elemen minoritas yang dahulu pernah dipikirkan oleh para founding fathers kita," ujar Tito.
Kalimat dalam AD/ART itu seperti khilafah islamiah merupakan salah satu yang masih didalami sebelum penerbitan SKT. Menurut dia, wacana-wacana yang diusung dalam anggaran dasar FPI itu bisa berdampak pada goyangnya solidaritas kebinekaan.