Senin 06 Jan 2020 15:41 WIB

Diplomat Senior: Kita Harus Siap Hadapi China di Natuna

China bisa saja mengambil langkah nekat dengan mengirimkan armadanya ke Natuna.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Teguh Firmansyah
Pergerakan kapal Coast Guard China terlihat melalui layar yang tersambung kamera intai dari Pesawat Boeing 737 Intai Strategis AI-7301 Skadron Udara 5 Wing 5 TNI AU Lanud Sultan Hasanudin Makassar saat melakukan patroli udara di Laut Natuna, Sabtu (4/1/2020).
Foto: ANTARA FOTO
Pergerakan kapal Coast Guard China terlihat melalui layar yang tersambung kamera intai dari Pesawat Boeing 737 Intai Strategis AI-7301 Skadron Udara 5 Wing 5 TNI AU Lanud Sultan Hasanudin Makassar saat melakukan patroli udara di Laut Natuna, Sabtu (4/1/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia harus mewaspadai potensi eskalasi yang meninggi di perairan Laut Natuna Utara yang belakangan kembali diklaim Repulik Rakyat China (RRC). Terbuka kemungkinan Negeri Tirai Bambu itu mengambil langkah nekat di perairan Nusantara.

Diplomat senior Hasyim Djalal meminta, agar Indonesia tetap mempertahankan kewenangannya sebagai penguasa teritorial yang sah atas perairan Natuna Utara yang diklaim China.

Baca Juga

“Ini yang menurut saya yang disiapkan, adalah bersiap-siap menghadapi andai kata pasukan China itu yang masuk ke wilayah Indonesia,” kata Hasyim saat dihubungi Republika.co.id, Senin (6/1).

Menurut pakar hukum laut internasional itu, potensi China untuk menggelar armada lautnya di Natuna Utara bakal terjadi selama sengketa di Laut Cina Selatan (LCS) tak selesai.  “Potensi (pengerahan militer) itu, akan selalu ada. Karena Laut China Selatan itu tidak jelas pemilik kewenangannya,” sambung dia.

Hasyim menerangkan, krisis antara Indonesia dan China yang terjadi di Natuna Utara sebetulnya, sisi lain dari pertengkaran di LCS. Di LCS Sengketa juga terjadi antara pemerintahan di Beijing, dengan sejumlah negara-negara ASEAN, seperti Malaysia, Vietnam, Filipina, dan Brunei Darussalam.

Indonesia, bukan negara pihak yang mengambil klaim atas perairan di LCS. Namun, perairan Natuna Utara yang sudah diakui hukum internasional sebagai teritorial sah Indonesia, beririsan dengan perairan LCS yang sampai hari ini tak terang kepemilikannya.

Namun, kata Hasyim, negara-negara ASEAN yang berselisih dengan Cina di LCS, mengakui 200 mil perairan dari Pulau Natuna menjadi hak kedaulatan pemerintah Indonesia sebagai zona ekonomi eksklusif (ZEE).

“Jadi hak China untuk ambil ikan di situ (perairan Natuna Utara) sesungguhnya merupakan pelanggaran atas hak negara yang punya zona ekonomi di situ (Indonesia),” terang Hasyim.

Mantan Duta Besar Indonesia di PBB itu, pun menyarankan sejumlah langkah pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam menanggapi pelanggaran penerobosan wilayah perairan yang dilakukan Cina di ZEE Natuna Utara.

Indonesia harus melaksanakan haknya mempertahankan kedaulatan wilayahnya dengan cara apapun. Baik lewat penguatan dan pengawasan militer di perairan krisis. Namun Hasyim mengingatkan, agar misi tersebut tetap dengan mengutamakan kampanye damai di perairan Natuna Utara.

“Ya itu sebagai langkah siap siaga saja. Indonesia  setahu saya tidak ingin bertempur. Tetapi ingin menjaga haknya dan kedaulatannya di sana (Natuna Utara),” ujar dia.

Di lain sisi, kata Hasyim, Indonesia  harus menguatkan diplomasi dengan negara-negara ASEAN yang punya sengketa teritorial di LCS dengan Cina. Ini agar tak mengingkari pengakuan Natuna Utara sebagai perairan Nusantara yang sah.

Menurutnya, Indonesia sejak lama punya peran penting dalam misi diplomasi dan kerja sama ASEAN dengan Cina untuk menuntaskan sengketa LCS. Tak salah kata dia, jika pemerintah Indonesia kembali mengajak negara-negara ASEAN kembali ke meja perundingan dengan China.

Indonesia dan Cina kembali mengalami krisis di perairan Natuna Utara. Sampai Ahad (5/1), sejumlah kapal nelayan berbendera Tiongkok itu, tetap berada di perairan ZEE Indonesia dengan pengawalan militer Tirai Bambu.

Pelanggaran batas wilayah perairan Indonesia ini, bukan yang pertama kali dilakukan oleh Cina. Pemerintah Indonesia, sudah melayangkan protes keras. TNI dari Korps Angkatan Laut (AL) pun sudah dikerahkan untuk mengantisipasi dan mengusir kapal-kapal Cina.

Namun kapal-kapal Cina, bergeming dan bertahan di perairan Indonesia.  Protes keras Indonesia, pun tak digubris. Cina keras kepala menyatakan perairan Natuna Utara bagian dari kedaulatannya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement