Senin 13 Jan 2020 17:41 WIB

LBH Pers: Kekerasan Terhadap Pers Tinggi Sepanjang 2019

Jakarta menjadi wilayah dengan tingkat kekerasan terhadap pers tertinggi.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Andri Saubani
Sejumlah jurnalis dari media televisi, cetak dan televisi melakukan aksi teatrikal saat Aksi Tolak Kekerasan Terhadap Jurnalis dan Tolak Pengesahan RKUHP di depan Gedung DPRD Kota Cimahi, Kota Cimahi, Kamis (26/9). (ilustrasi)
Foto: Abdan Syakura
Sejumlah jurnalis dari media televisi, cetak dan televisi melakukan aksi teatrikal saat Aksi Tolak Kekerasan Terhadap Jurnalis dan Tolak Pengesahan RKUHP di depan Gedung DPRD Kota Cimahi, Kota Cimahi, Kamis (26/9). (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Angka kekerasan terhadap jurnalisme tinggi sepanjang 2019. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mengungkapkan tercatat 85 kasus kekerasan terhadap pekerja peliputan. Direktur LBH Pers Ade Wahyudin mengatakan, dari catatan kasus tersebut  menelan sebanyak 79 korban.

"Angka kekerasan terhadap pers tahun ini mengkhawatirkan," kata Ade, di Jakarta Pusat, Senin (13/1).

Baca Juga

Meski, kata dia, dari catatan tersebut tak ada pelaku pers yang meninggal dunia lantaran kekerasan terkait profesinya. Namun, ragam kekerasan terhadap pekerja pers yang tinggi, masih menunjukkan lemahnya perlindungan dan pemahaman tentang peran pekerja peliputan.

Dalam presentasinya, Ade menerangkan, korban dari kekerasan terhadap pers, 75 di antaranya, wartawan. Sedangkan dua lainnya, yakni pelaku pers kampus dan narasumber. Sedangkan daerah dengan reputasi kekerasan terhadap pers paling tinggi, kata Ade masih berada di ibu kota negara, yakni DKI Jakarta, dengan 33 kasus kekerasan terhadap pers.