REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Arif Satrio Nugroho
Helmy Yahya menjelaskan kronologi pemberhentian dirinya dari posisi Direktur Utama TVRI oleh Dewan Pengawas TVRI, melalui konferensi pers di Jakarta, Jumat (17/1) siang. Helmy mengungkapkan, sebelum pemberhentian dirinya, Dewan Pengawas terlebih dulu menonaktifkan dirinya dari posisi dirut.
"Tanggal 4 Desember 2019 saya dinonaktifkan. Saya kaget, oleh karena itu tanggal 5 Desember saya melakukan perlawanan dengan mengatakan SK itu tidak sah," jelas Helmy di Jakarta, Jumat.
Dia mengatakan penonaktifan disampaikan melalui surat dua halaman, dan dilandasi sejumlah alasan. Sejak penonaktifan tersebut, kata dia, mediasi terus dilakukan oleh sejumlah pihak termasuk Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan dirinya diminta untuk tidak berbicara di media.
Akhirnya, kata dia, Kemenkominfo menyampaikan tidak boleh ada pemecatan.
"Ke semua orang kami datang. Kami bertemu dengan beberapa tokoh DPR, ke BPK, juga menghadap ke Mensesneg dan perintahnya sama, saya diminta untuk menyampaikan pembelaan," beber Helmy.
Helmy pun mengungkapkan, bahwa dirinya kemudian melakukan pembelaan terhadap surat dua halaman yang menonaktifkan dirinya itu. Menurut Helmy, pembelaan dilayangkan melalui surat sebanyak 27 halaman. Semua yang menjadi dasar penonaktifan dirinya oleh Dewan Pengawas dijawab Helmy secara detail.
"Saya menjawab 27 halaman dengan lampiran 1.200 halaman, enggak main-main. Semua catatan yang kata mereka menjadi catatan saya, saya jawab dan sudah saya sampaikan 18 Desember 2019," ujar Helmy.
Direktur Utama LPP TVRI nonaktif Helmy Yahya (kanan) didampingi kuasa hukum Chandra Hamzah (tengah) menyampaikan pembelaan terkait pemberhentian dirinya oleh Dewan Pengawas LPP TVRI saat menggelar konferensi pers di Jakarta, Jumat (17/1/2020).
Helmy mengatakan surat pembelaannya itu mendapat dukungan juga dari jajaran Direksi TVRI lainnya yang dibuktikan dengan tanda tangan bersama. Dia menekankan dalam bekerja, Direksi TVRI yang berjumlah enam orang memimpin dengan sistem kolektif kolegial, sehingga apa yang dilakukan oleh direksi, merupakan hasil keputusan bersama.
"Kelima direksi mendukung pembelaan saya karena catatan pemberhentian penonaktifan saya itu adalah catatan atas tindakan operasional yang sudah kami putuskan secara kolektif kolegial," jelas Helmy.
Namun, pembelaan itu tidak diterima. Helmy tetap dipanggil Dewan Pengawas TVRI dan diberitahukan bahwa dirinya diberhentikan. Adapun, sejak penonaktifan Helmy sebagai Dirut, Dewan Pengawas menunjuk Direktur Teknik LPP TVRI Supriyono sebagai Pelaksana Tugas Harian (Plt) Dirut, menggantikan Helmy.
Helmy lebih jauh menyebutkan salah satu dasar pemberhentian dirinya yakni mengenai pembelian hak siar siaran langsung Liga Inggris yang dinilai tidak tertib administrasi. Menurut Helmy, pembelian hak siar Liga Inggris bertujuan agar TVRI memiliki sebuah konten yang membuat semua orang menonton TVRI.
"Semua stasiun di dunia tentu ingin memiliki sebuah program killer content atau lokomotif konten yang membuat orang menonton. TVRI karena kepercayaan orang, karena jangkauan kami lima kali lipat dari TV lain, akhirnya kami mendapatkan kerja sama dengan Mola TV untuk menayangkan Liga Inggris, " jelas Helmy.
Direktur Program Pemberitaan TVRI Apni Jaya Putra menjelaskan bahwa sehubungan pembelian hak siar siaran langsung Liga Inggris, jajaran direksi telah melaporkan kepada Dewan Pengawas secara informal maupun administratif. Dewan Pengawas, kata Apni, juga telah mengeluarkan surat berisi arahan soal penanyangan Liga inggris itu.
Dalam arahannya, Dewan Pengawas meminta direksi melaksanakan tertib administrasi atas perubahan pola acara dan anggaran TVRI, sehubungan dengan penayangan Liga Inggris dan tetap menjaga keseimbangan program siaran TVRI. Dewan Pengawas juga mengingatkan direksi agar tetap memperhitungkan fungsi TVRI sebagai lembaga penyiaran publik, dengan memastikan penayangan Liga Inggris tetap mampu menunjukan nilai-nilai nasionalitas serta membangkitkan motivasi bagi peningkatan prestasi sepak bola nasional.
Sementara pengadaan atau sewa alat untuk kebutuhan siaran Liga Inggris agar sesuai peraturan perundang-undangan dan dapat dipertanggungjawabkan keuangannya. Sejumlah arahan itu menunjukkan dukungan Dewan Pengawas atas penayangan Liga Inggris di TVRI. Terlebih, kata Apni, Dewan Pengawas turut hadir saat peluncuran penayangan Liga Inggris oleh TVRI.
Kuasa hukum Helmy Yahya, Chandra Marta Hamzah, menyatakan, pihaknya diminta Helmy sebagai pengacara guna melakukan persiapan pendampingan hukum. Serta, untuk memberikan saran terkait langkah-langkah hukum apa yang paling pas untuk bisa dilakukan Helmy Yahya dalam menyikapi surat pemberhentian oleh Dewan Pengawas.
"Kami sudah mempelajari. Kami sedang menyiapkan (langkah-langkah hukum), dalam waktu dekat akan kami sampaikan," ujar Chandra.
Dewan Pengawas TVRI Arief Hidayat Thamrin membenarkan telah menunjuk Plt Direktur Utama TVRI Supriyono. Ia membantah penunjukan itu dilakukan tidak sesuai aturan, karena Dewan Pengawas TVRI memiliki kewenangan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI.
"Kalau kuasa hukum (lawyer) Helmy bilang (penunjukan) tidak sah, namanya juga lawyer. Pasti mencari-cari celah," ujar Arief, Jumat.
Untuk itu, Arief berencana akan menunjuk kuasa hukum juga. Namun, itu belum dilakukan karena pengajuan gugatan belum ada.
"Oh itu pasti, nanti kami akan tunjuk lawyer nanti kalau sudah sampai Pengadilan Tata Usaha Negara," kata Arief.
Arief mengatakan keputusan menunjuk Plt Direktur Utama TVRI Supriyono yang sebelumnya menjabat Direktur Teknik TVRI dilakukan Dewan Pengawas untuk menjaga agar organisasi TVRI tetap berjalan dan terhindar dari kevakuman.
"Otomatis kalau memberhentikan, saya harus menunjuk penggantinya (Helmy Yahya). Logikanya saja itu, agar tidak terjadi kevakuman dan menjaga keberlanjutan organisasi TVRI," kata Arief.
Adapun, anggota Komisi I DPR RI Willy Aditya meminta Dewan Pengawas TVRI memberikan keterangan ihwal alasan pemecatan Helmy Yahya.
"Komisi I perlu memanggil dewas untuk menjelaskan keputusannya tersebut. Apa saja kesalahan dirut sehungga keputusannya adalah pemecatan," ujar Willy saat dihubungi, Jumat (17/1).
Komisi I DPR menilai, keputusan pemecatan ini mengagetkan. Terlebih, ada dissenting opinion dari para Dewan Pengawas TVRI terkait pemecatan Helmy Yahya. Ada anggota yang bernama Supra Wimbarti yang tidak sepakat dengan pemecatan tersebut.
Menurut Willy, Supra memandang Helmi masih bisa diberi kesempatan untuk menjelaskan pembelaannya. Di samping itu, ada suara ketidakpuasan dari sebagian karyawan TVRI hingga ruangan Dewan Pengawas TVRI disegel.
"Ini artinya ada disharmoni yang terjadi di TVRI yang berpotensi membuat televisi negara ini tidak mampu menjalankan fungsinya dengan baik dan sesuai amanat UU. Komisi I perlu memastikan bahwa itu tidak akan terjadi," ujar Willy.
In Picture: Pembelaan Dirut TVRI Nonaktif Helmy Yahya
Direktur Utama LPP TVRI nonaktif Helmy Yahya menunjukkan surat pemberhentian dari jabatannya oleh Dewan Pengawas LPP TVRI saat menggelar konferensi pers di Jakarta, Jumat (17/1/2020).