REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko menyebut pemerintah masih membuka komunikasi dan diskusi dengan serikat buruh terkait omnibus law cipta lapangan kerja dan juga perpajakan. Menurut Moeldoko, penolakan yang dilakukan oleh para buruh lantaran substansi dari omnibus law ini belum banyak dibahas bersama.
Bahkan, kata dia, substansi yang beredar di masyarakat justru tak benar dan simpang siur. “Saya pikir substansinya belum terdistribusi ya pada teman-teman. Seperti kemarin waktu ketemu, teman-teman merasakan mana ini substansinya kami belum menemukan, belum mendapatkan. Justru beredar substansi yang banyak tidak sebenarnya,” jelas dia di gedung Bina Graha, Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Senin (20/1).
Ia mencontohkan adanya isu penghapusan cuti hamil bagi para buruh perempuan di dalam omnibus law ini. Menurutnya, isu tersebut tak benar.
Karena itu, Moeldoko menekankan pentingnya audiensi bersama yang dapat mengakomodir seluruh kepentingan. “Cuti hamil katanya dihilangkan, padahal kata Pak Airlangga tidak. Maka yang lebih penting lagi nanti ada pertemuan yang bisa akomodir semua pihak, yang bisa mendengarkan. Substansinya agar tidak simpang siur, karena kesimpangsiuran yang membuat teman-teman pada demo,” ucapnya.
Ia menjelaskan, diskusi yang telah digelar dengan perserikatan buruh selama ini belum memuaskan seluruh pihak. Sebab, tak sedikit buruh yang belum memahami terkait substansi omnibus law cipta lapangan kerja ini.
Selain itu, sesuai instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi), diskusi dan audiensi terkait omnibus law cipta lapangan kerja ini agar betul-betul terlaksana. Pemerintah juga harus mendengarkan aspirasi seluruh pihak.
“Dan saya sampaikan kita ingin cari titik keseimbangan baru yang pas, yang baik untuk teman-teman pekerja, dan yang baik untuk pengusaha. Mencari titik keseimbangan ini melalui upaya bersama, tidak bisa satu pihak, tetapi kedua belah pihak memiliki semangat yang sama,” ujar dia.
Moeldoko menegaskan, omnibus law ini bertujuan menciptakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya serta menata kembali perpajakan. Selain itu, pemerintah mengklaim omnibus law ini perlu dilakukan untuk menciptakan iklim investasi yang lebih positif.
Mantan panglima TNI itu pun mengimbau agar masyarakat memahami subtansi omnibus law secara keseluruhan terlebih dahulu sebelum memberikan pendapatnya. Sehingga tak menimbulkan persepsi yang simpang siur.
“Itulah persepsi. Belum tahu substansi utuh, terus dikomentari, jadinya bias. Tunggu saja substansinya,” kata Meoldoko.