REPUBLIKA.CO.ID, Ka’bah mengalami beberapa kali renovasi, termasuk pada masa Rasulullah SAW.
Menurut Fir'adi Nasruddin Abu Ja'far, dalam buku Sirah Nabawiyah, tentang kisah Ka’bah yang direnovasi dan bagaimana Nabi Muhammad SAW saat itu mengambil keputusan.
Lima tahun sebelum beliau SAW diangkat menjadi nabi, banjir besar melanda kota Makkah. Air menggenang dan menghantam ka’bah hingga nyaris roboh dan rusak.
Maka, orang-orang Quraisy sepakat untuk merenovasi bangunannya sebagai bukti perhatian mereka yang teramat besar terhadap kedudukan Ka'bah yang sangat mulia.
Mereka sepakat tidak memasukkan bahan-bahan bangunannya kecuali yang baik-baik. Mereka tidak menerima suplai dana dari maskawin wanita pelacur, jual beli dengan sistem riba atau dari bentuk penganiayaan terhadap orang lain.
Mereka membagi sudut-sudut Ka'bah dan mengkhususkan setiap kabilah dengan bagiannya masing-masing. Setiap kabilah mengumpulkan batu-batu pilihan di sebuah tempat, lalu mereka pun mulai merenovasi bangunan Ka'bah.
Renovasi Ka'bah ini ditangani dan dipandu seorang arsitek Romawi yang bernama Baqum. Ketika pembangunan Ka'bah telah sampai di bagian Hajar Aswad, mereka berselisih pendapat tentang siapakah yang berhak mendapatkan kehormatan untuk meletakkan Hajar Aswad di tempatnya semula.
Perselisihan itu terus berlanjut hingga sampai empat atau lima malam. Bahkan perselisihan itu semakin menajam dan meruncing hingga nyaris menimbulkan pertumpahan darah di tanah haram.
Abu Umayah bin al-Mughirah al-Makhzumy tampil dan menawarkan jalan keluar cemerlang yang mampu menengahi pertikaian di antara mereka.
Yaitu dengan cara menyerahkan urusan ini kepada siapapun yang pertama kali masuk lewat pintu masjid, dan mereka semua menerima cara ini.
Ternyata Allah SWT takdirkan bahwa orang yang pertama kali memasuki pintu masjid adalah Nabi Muhammad SAW. Tatkala mereka mengetahui hal ini, maka di antara mereka saling membisikan kata: "Dia al-Amin (yang dapat dipercaya), kami ridha terhadapnya."
Setelah beliau memahami persoalan yang terjadi, maka beliau meminta sehelai kain lalu beliau meletakkan Hajar Aswad di tengah-tengah kain tersebut, kemudian beliau meminta kepada setiap pemimpin kabilah untuk memegang ujung-ujung kain tersebut.
Lalu Nabi SAW memerintahkan mereka untuk mengangkatnya secara bersama-sama. Setelah mendekati tempatnya, beliau mengambil batu itu dan meletakkannya di tempat semula. Inilah cara pemecahan masalah yang sangat jitu dan diridhai semua orang.