REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah mengatakan, pemulangan anak eks kombatan ISIS perlu kajian mendalam dan komprehensif. Kajian pemulangan anak eks ISIS yang dibawa dari Indonesia maupun dilahirkan di Suriah tak lepas dari sisi pertahanan dan keamanan dalam negeri serta secara global.
"Ini perlu kajian mendalam soal anak-anak eks ISIS ini. Kalaupun KPAI bicara untuk menegakan hak anak, kan kita tidak boleh diskriminatif. Namun kajian ini tentu tidak lepas dari pertahanan dan keamanan, perspektif keamanan global, securities system," ujar Ai di kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Jumat (14/2).
KPAI masih menunggu hasil kajian dari pemerintah dalam menentukan sikap terhadap wacana pemulangan anak eks ISIS ini. Akan tetapi, kata dia, dalam Undang-Undang tentang Perlindungan Anak menyebutkan setiap pihak tak boleh diskriminasi terhadap anak-anak yang seharusnya mendapatkan perlindungan negara.
Ia menambahkan, Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan Undang-Undang Perlindungan Anak memberikan perlindungan bagi anak-anak yang terpapar radikalisme dan terorisma. Sehingga negara harus hadir memberikan rehabilitasi dan deradikalisasi kepada anak-anak tersebut serta memenuhi haknya untuk pendidikan.
Menurut Ai, jika pemerintah tetap melakukan pemulangan anak-anak eks ISIS, mereka tetap harus mendapatkan rehabilitasi dan deradikalisasi. Selain itu, Ai mengatakan, negara juga harus memastikan hak-hak anak-anak terpenuhi.
Namun, konteks antara anak-anak yang terpapar radikalisme dan terorisme terjadi Indonesia berbeda ketika anak-anak ini sudah dibawa ke negara lain dan bergabung dengan kelompok terorisme seperti ISIS. Sehingga, lanjut Ai, KPAI dalam posisi menunggu sikap pemerintah Indonesia atas wacana pemulangan anak-anak eks ISIS.
"Terkait anak-anak yang saat ini, yang akan dikembalikan, ini yang saya kira korelasinya sedemikian besar sehingga kita tidak boleh gegabah dalam bersikap," kata Ai.