REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan, program e-smart terus dilanjutkan pada 2020. Kementerian menargetkan, sebanyak 6.000 Industri Kecil Menengah (IKM) bisa terjangkau program tersebut.
“Target e-smart tahun ini 6.000 orang, tersebar di banyak kota baik Jawa maupun luar Jawa. Tidak bisa, dipungkiri pelaku (IKM) banyak di Jawa, sisanya di luar Jawa,“ ujar Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka Kemenperin Gati Wibawaningsih kepada wartawan di Tangerang, Selasa, (18/2).
Perlu diketahui, e-smart IKM merupakan program yang memberikan edukasi pemanfaatan teknologi digital. Kemenperin menggandeng berbagai Kementerian dan Lembaga (K/L) demi menyukseskan e-smart, meliputi Bank Indonesia, Bank Negara Indonesia (BNI), Google, Asosiasi E-commerce (idEA), serta Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Program e-smart, lanjutnya, bekerja sama pula dengan platform e-commerce seperti Bukalapak, Tokopedia, Shopee, BliBli, Blanja.com, dan Gojek Indonesia. "Sekarang kita juga gandeng AWS (Amazon Web Series), jadi nggak hanya ajarin digitalisasinya tapi produksinya mereka pun harus tahu," tegas Gati.
Sebab, menurutnya, semakin efisien proses produksi, maka akan semakin tinggi produktivitasnya. Dengan begitu diperlukan bantuan teknologi.
"Saya gandeng AWS, supaya mereka (IKM) nggak hanya pakai handphone tapi diperkenalkan Cloud. Tujuannya agar nggak perlu beli macam-macam atau hire orang, semua pakai Cloud," jelas dia.
Bagi Gati, program e-smart merupakan jembatan IKM menuju era industri 5.0 yang mulai dibahas oleh pemerintah. Meski begitu, ia mengatakan, IKM tetap tidak bisa sepenuhnya meninggalkan era industri 1.0, 2.0, 3.0, serta 4.0.
“Sebab IKM itu pasarnya ada. Misal tenun gedogan, nggak bisa tinggalin pasarnya, tapi kalau dibikin secara teknologi, lain lagi nanti harganya," tuturnya.