Kamis 20 Feb 2020 12:04 WIB

Jaksa Agung Dinilai Kembalikan Roh Hukum

Jaksa Agung membuat dikresi penegakkan hukum bagi rakyat kecil.

Jaksa Agung ST Burhanuddin
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Jaksa Agung ST Burhanuddin

REPUBLIKA.CO.ID, Jakarta, 20 Februari 2020—Terobosan Jaksa Agung ST Burhanuddin yang akan membuat diskresi terhadap penegakan hukum di instansi kejaksaan bagi rakyat kecil mendapat disambut positif dan diapresiasi banyak pihak. Kebijakan Jaksa Agung ini dinilai sebuah langkah bijak dan responsif melihat berbagai fakta penegakkan hukum di lapangan terutama bagi rakyat kecil.

Praktisi Hukum yang juga Vice Presiden Kongres Advokat Indonesia (KAI) Aldwin Rahadian mengungkapkan, apa yang dilakukan Jaksa Agung ST Burhanuddin adalah angin segar bagi penegakkan hukum sekaligus penegakkan keadilan di Indonesia. Menurut Aldwin tak jarang para penegak hukum karena harus menjalankan yuridis formal menghukum rakyat kecil yang memang karena hidupnya serba terbatas dan kakrena ketidaktahuannya melakukan pelanggaran hukum. Idealnya rakyat kecil seperti ini harus mendapat diskresi agar rasa keadilan terpenuhi.

“Apa yang dilakukan Pak Jaksa Agung (diskresi hukum bagi rakyat kecil) mengembalikan roh dari penegakkan hukum yaitu keadilan. Jika kita bicara hukum, kita juga harus bicara keadilan. Keduanya merupakan bagian tidak dapat dipisahkan. Kebijakan Pak Jaksa Agung bagi saya adalah hadiah terindah bagi rakyat terutama mereka yang punya keterbatasan baik ekonomi maupun pengetahuan soal hukum,” ujar Aldwin Rahadian, di Jakarta (20/2).

Memang, lanjut Aldwin, jika melihat lembaran penegakkan hukum sejak dulu hingga saat ini, kita masih menemukan rakyat kecil yang akibat keterbatasan hidup dan keterbatasan pengetahuannya terhadap hukum harus diputus bersalah dan dipidana penjara. Misalnya saja yang dialami Didin (48) warga Kampung Rarahan, Kecamatan Cipanas yang sempat terancam hukuman 10 tahun penjara hanya gara-gara mencari dan mengambil cacing untuk obat di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangarango, Cianjur, Jawa Barat. Walau pada September 2017 Pengadilan Negeri Cianjur hanya menjatuhkan vonis hukuman dua bulan 21 hari serta denda Rp100 ribu, tetapi jika ada diskresi hukum, setidaknya kasus seperti ini bisa diselesaikan lewat mediasi.

Terbaru adalah Samirin, kakek berusia 69 tahun yang mengambil sisa getah karet seharga Rp 17.000 divonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Simalungun penjara dua bulan empat hari. Dia dinyatakan bersalah atas pencurian yang dilaporkan salah satu perusahaan perkebunan swasta di Simalungun, Sumatera Utara.

“Insha Allah jika diskresi Jaksa Agung ini nanti sudah resmi menjadi sebuah kebijakan, kasus-kasus seperti ini bisa diselesaikan dengan mengutamakan rasa keadilan masyarakat. Jaksa Agung, hemat saya, tanpa banyak bicara telah mengimplementasikan dengan nyata nilai-nilai pancasila. Karena sejatinya keadilan memang harus dikembalikan ke empunya yaitu rakyat banyak,” pungkas pengacara pemilik Law Firm Aldwin Rahadian & Partners ini. #

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement