Jumat 21 Feb 2020 12:35 WIB

Politikus Nasdem Nilai RUU Ketahanan Keluarga tak Diperlukan

RUU Ketahanan Keluarga terlalu mengintervensi ranah privasi dalam keluarga.

Rep: Nawir Arsyad Akbar / Red: Ratna Puspita
Draf RUU Ketahanan Keluarga.
Foto: Republika
Draf RUU Ketahanan Keluarga.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR Fraksi Partai Nasdem Lestari Moerdijat mengkritisi RUU Ketahanan Keluarga. Ia menilai RUU Ketahanan Keluarga tak diperlukan.

Ia mengatakan RUU tersebut terlalu mengintervensi ranah privasi dalam keluarga. “RUU Ketahanan Keluarga mestinya tidak tendensius. RUU ini  mengabaikan HAM sekaligus melegitimasi posisi perempuan sebagai tiyang wingking,” ujar Lestari kepada wartawan, Jumat (21/2).

Baca Juga

Keluarga, menurut perempuan yang akrab disapa Rerie itu, tidak perlu diintervensi negara, baik dalam urusan internal keluarga, pola asuh anak, dan peran anggota keluarga bukan wewenang pemerintah. Ia menambahkan, perempuan bukanlah objek yang harus selalu diatur serta tak harus juga hanya mengurus pekerjaan rumah.

“Di hadapan hukum semua setara, tak peduli laki-laki atau perempuan," ujar Rerie.

Menurutnya, semua pihak lebih baik memikirkan hal lain yang lebih penting ketimbang harus membuat aturan bagi ranah privasi keluarga. "Banyak persoalan bangsa dan negara yang lebih mendesak untuk diatur. Persoalan privat dalam pandangan saya tidak perlu diatur oleh negara,” tegas Rerie.

Diketahui, ada 146 pasal dalam RUU Ketahanan Keluarga. Salah satu yang dipermasalahkan terkait penyimpangan seksual.

Dalam bab penjelasan, ada empat perbuatan yang dikategorikan sebagai penyimpangan, di antaranya ialah homoseksualitas atau hubungan sesama jenis, juga sadisme, masokisme, dan inses.

Pasal 86 menyebutkan: "Keluarga yang mengalami krisis keluarga karena penyimpangan seksual wajib melaporkan anggota keluarganya kepada badan yang menangani ketahanan keluarga atau lembaga rehabilitasi yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan."

Sedangkan pasal 87 menyebut: "Setiap orang dewasa yang mengalami penyimpangan seksual wajib melaporkan diri kepada badan yang menangani ketahanan keluarga atau lembaga rehabilitasi untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan."

Pasal 25 ayat (3) menyebut kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang istri, yakni:

a. wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya;

b. menjaga keutuhan keluarga; serta

c. memperlakukan suami dan Anak secara baik, serta memenuhi hak-hak suami dan Anak sesuai norma agama, etika sosial, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement