Jumat 21 Feb 2020 19:13 WIB

Polisi Tangkap Pedofil yang Saling Tukar Video di Twitter

Tersangka pedofil diketahui merupakan penjaga sekolah.

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Teguh Firmansyah
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Argo Yuwono.
Foto: Republika/Haura Hafizhah
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Argo Yuwono.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menangkap tersangka kasus pedofil dan mencabuli anak sesama jenis di bawah umur. Penyelidikan berawal dari tersangka yang mengunggah aksinya dalam bentuk video ke media sosial akun Twitter. Nantinya, video tersebut menjadi alat tukar sesama pedofil di media sosial.

“Awalnya ada informasi dari The US Immigration and Customs Enforcement (US ICE) kalau ada seseorang yang mengunggah video di akun Twitter dengan hal yang menyimpang," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Argo Yuwono di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat (21/2).

Baca Juga

Lalu, Bareskrim Polri menelusuri aksi tersebut. Ternyata video tersebut didistribusikan atau disebarkan terhadap sesama pedofil untuk bertukar koleksi.

Setelah itu, petugas melakukan verifikasi dan menemukan pemilik akun tersebut berada di Jawa Timur. Tersangka berinisial PS (44) dan ditangkap pada Rabu (12/2) pukul 18.00 WIB di rumah penjaga sekolah di daerah Jawa Timur.

Ia menjelaskan terdapat tujuh korban yang berusia enam sampai lima belas tahun. PS bekerja sebagai pelatih pramuka, pelatih pelajaran ekstrakurikuler beladiri dan penjaga sekolah.

Aksi cabul itu sudah dilakukan PS sejak delapan tahun lalu. Namun, PS juga merekam aksinya dan menyebarkan di grup WhatsApp (WA). “Ya lewat grup WA juga disebarkan oleh PS. Video itu di unggah di grup tersebut. Ada 50 anggota disana jadi saling bertukar," kata dia.

Ia menambahkan PS pernah menjadi korban kekerasan seksual (dicabuli dan disodomi) sejak usia lima sampai delapan tahun oleh pamannya yang saat ini telah meninggal dunia. PS mulai memiliki penyimpangan seksual karena terstimulasi oleh kebiasaan melihat konten pornografi anak di media sosial bersama komunitas pedofil.

Menurutnya, PS membujuk korban dengan diberikan uang, minuman keras, rokok, kopi dan akses internet. Lalu, PS juga mengancam jika para korban tidak mau untuk dicabuli pastinya korban tidak diikutkan dalam kegiatan-kegiatan sekolah.

“Kekerasan dan eksploitasi seksual dilakukan di lingkungan sekolah tepatnya di ruang Unit Kesehatan Sekolah (UKS) dan rumah dinas penjaga sekolah. Perbuatan PS direkam dengan telepon genggam. Kemudian, diunggah ke media sosial akun Twitter yang berisi komunitas pedofil sekitar 350 akun,” kata dia.

Sementara itu, Kasubdit 1 Dittipidsiber Bareskrim Polri Kombes Pol Reinhard Hutagaol mengatakan melakukan penyidikan bersama  sistem aplikasi The National Center for Missing & Exploited Children (NCMEC) Cybertipline. Setiap hari terdapat 100 konten pornografi anak. Lalu, kebanyakan akun tersebut tanpa nama atau anonim.

“Makanya, tidak mudah mencari PS. Kami telusuri satu-satu. Kebanyakan juga akunnya anonim. Dari kasus ini kami menyita barang bukti berupa pakaian, bantal, kaos dalam laki-laki warna putih, dan satu buah botol bekas minuman merek orang tua milik PS,” kata dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement