REPUBLIKA.CO.ID, STOCKHOLM -- Naouel Aissaoui seorang guru Muslim di Swedia menentang larangan jilbab yang juga ia kenakan.
Aissaoui terlibat dalam percakapan dengan anggota Partai Moderat Loubna Stensaker Goransson, yang mendukung larangan jilbab di sekolah-sekolah lokal. Goransson juga mengaitkan kerudung dengan penindasan perempuan dan doktrin agama.
Goransson melarang orang yang berjilbab hidup di negara yang sekuler karena jilbab dianggap budaya abad pertengahan. “Anda tidak dapat datang ke negara yang sekuler dan hidup dengan nilai-nilai abad pertengahan,” kata Goransson.
"Saya merasa percaya diri dan kuat dengan iman saya yang mengatakan ada Tuhan yang lebih besar daripada kota Skurup dan keputusan ini," kata Aissaoui dilansir di Breitbart, Selasa (3/3).
Aissaoui heran dengan sikap Goransson, mengingat fakta Goransson juga berasal dari latar belakang imigran dan seorang Muslim.
"Rasanya sangat aneh, kenyataannya seorang imigran, seorang Muslim, seorang wanita. Dia seharusnya lebih memahami kami, dan menghormati. Minggir, jika itu mengganggu Anda. Pindah dari Skurup atau dari Swedia. Ini negara saya juga,” ujarnya.
Pernyataan Aissaoui muncul setelah sebuah laporan mengklaim sebuah daerah di kota Boras, Swedia telah mengalami islamisasi dalam beberapa tahun terakhir setelah sejumlah besar migran Somalia datang ke daerah itu. Menurut laporan itu, tidak hanya orang Somalia yang berada di daerah itu, tetapi anak-anak satu tahun telah terlihat mengenakan kerudung. Pada 2018, laporan lain yang dibawa surat kabar Goteborgs Posten mengklaim beberapa prasekolah memaksa anak-anak mengenakan kerudung.