Jumat 13 Mar 2020 21:01 WIB

Ikatan Dokter Anak Desak Pemerintah Tutup Dulu Sekolah

WHO sudah merekomendasikan penutupan sekolah secara sementara.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Indira Rezkisari
Murid balita di PAUD/ilustrasi. Ikatan Dokter Anak Indonesia merekomendasikan langkah menutup sekolah dulu sementara untuk menghindari penyebaran corona.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Murid balita di PAUD/ilustrasi. Ikatan Dokter Anak Indonesia merekomendasikan langkah menutup sekolah dulu sementara untuk menghindari penyebaran corona.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah telah mengumumkan dua balita di Indonesia yang positif terinfeksi Covid-19. Menurut Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr Aman Pulungan SpA, sebaiknya pemerintah melibatkan dokter anak untuk mengatasi hal ini.

"Sebetulnya ketika berbicara masalah anak, kita belum ada siap. Karena terus terang sebetulnya semua rekomendasi-rekomendasi baik dari WHO maupun pemerintah belum banyak terkait masalah anak, jadi lebih banyak terhadap orang dewasa. Di luar negeri juga tidak ada laporannya. Saya tidak tahu berita, yang saya tahu dari media," ungkapnya kepada Republika.co.id, Jumat (13/3).

Baca Juga

Dokter Aman mengatakan, memperlakukan anak harus berbeda dengan orang dewasa. Anak mempunyai hak berbeda.

"Kita baru tahu memang itu ada. Kita tidak tahu di mana dirawat dan terus terang secara resmi IDAI tidak dilibatkan. Seharusnya IDAI paling tahu mengenai anak, karena dokter anak," ujarnya.

Ketika anak terkena corona, yang pertama dilakukan adalah survailance atau pengawasannya. Langkah pertama, dr Aman menyarankan semua sekolah harus ditutup dulu. WHO juga merekomendasikan penutupan sekolah.

"Jadi malah kalau bisa ketika sudah ada anak yang kena seperti ini. Kalau kita sayang dengan 90 juta anak Indonesia, saya sarankan sebaiknya kita melakukan lockdown. Paling tidak kota-kota yang saat ini ada penderitanya," ujarnya.

Sekolah harus ditutup, karena kejadian dua balita ini baru awal. Dokter Aman menekankan corona belum memasuki masa puncak.

"Ini baru awal, kita butuh energi yang kuat dan banyak saat ini," katanya.

"Memang benar kita tidak boleh panik, tapi kita harus hati-hati, karena anak sudah kena. Jika anak sudah kena, orang tua mana yang tidak sedih. Anak adalah apalagi balita imunitasnya rendah dan mereka dalam masa pertumbuhan dan perkembangan. Coba bisa dibayangkan, bagaimana anak bisa diisolasi tanpa orang tua. Diisolasi dengan orang tuanya. Orang tuanya juga begitu jadinya," ujarnya.

Ia mengatakan bila sudah ada anak yang kena, semua faktor harus dipertanyakan. Mulai dari apakah Indonesia sudah memiliki ruang isolasi pasien anak, atau adakah rumah sakit rujukan khusus anak, dan sebagainya.

"Jadi yang pertama ini berlakulah sesehat mungkin dirumah. Cuci tangan seperti biasa. Jangan anak-anak dibawa ke kerumunan ataupun keramaian," ujarnya.

Selain itu, anak juga harus menjaga perilaku hidup bersih dengan mencuci tangan. Ia mengimbau tidak keluar rumah jika tidak perlu. "Anak juga jangan dibiasakan sekarang cium tangan lagi dan jangan anak-anak kecil balita dicium-ciumin lagi," ujarnya.

Untuk orang tua, bila orang tuanya harus kerja, kalau memang terekspos kemungkinan dengan keramaian, sampai rumah mandi ganti baju, cuci tangan dan lain-lain. "Semua orang tua harus hati-hati. Kalau anak sakit, energi orang tua akan habis, risiko juga orang tuanya bisa sakit. Ketika anak sakit, bisa satu keluarga sakit," ujarnya.

Menurutnya anak tidak mungkin tidak tertular dari orang dewasa. Tidak ada kemungkinan anak saling menularkan. "Menurut pendapat saya selain droplet, mungkin juga dari udara dan airborne. Mengapa? Virus ini bahkan lebih kecil dari kuman TBC, TBC saja airborne dari udara," ujarnya.

Dokter Aman mengatakan Indonesia tidak memiliki pengalaman mengatasi Covid-19 anak. Pria yang menjabat sebagai Presiden Dokter Anak Seluruh Asia Pasifik dan eksekutif komite dokter anak seluruh dunia, menjelaskan sebetulnya seluruh dunia belum paham masalah Covid-19 di anak. Karena itu ia menekan pentingnya keterlibatan dokter anak ketika sudah ada pasien anak.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement