REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Indo Barometer, M Qodari mengatakan, isu kembalinya partai Islam Masyumi Reborn bukan barang baru.
Menurut dia, partai baru yang hanya sebatas menggunakan nama Masyumi tidak akan berhasil karena kemunculannya pernah ada pada 1999 atau 2004, tetapi tak bertahan.
"Jadi ide melahirkan Masyumi Reborn itu bukan barang baru. Dulu sudah pernah ada seingat saya tahun 1999, ada partai yang menggunakan nama Masyumi, pada 2009/2004, sehingga saya tahu menurut saya tidak berhasil," ujar Qodari kepada Republika.co.id, Senin (16/3).
Ia melihat tak ada tokoh yang sangat populer dalam kehadiran kembali Masyumi di perpolitikan Indonesia. Menurut Qodari hanya MS Kaban yang populer karena notabenenya mantan Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB).
Namun, MS Kaban pun tak lantas bisa membawa Masyumi menjadi partai yang berhasil di pemilihan umum. Ia mengatakan, hal itu berdasarkan rekam jejak PBB yang tak lolos ambang batas parlemen sejak 2009 sampai 2019 lalu.
Padahal, PBB disebut-sebut sebagai partai penerus Masyumi yang pernah berjaya pada masa Orde Lama. Akan tetapi, PBB dengan logo partai yang menyerupai Masyumi juga tak berhasil berjaya di pemilihan sekarang ini.
"Karena yang terpenting bukan nama, kalau cuma sekedar nama ya barangkali harusnya paling besar suaranya dan menjadi pemenang pemilu (adalah) Partai Hanura, Partai Hati Nurani Rakyat, karena menurut saya judul partai atau nama partai terbagus itu adalah Hanura, hati nurani rakyat, ada nggak (nama partai) yang lebih bagus daripada itu," tutur Qodari.
Ia menuturkan, kuncinya agar partai baru bisa eksis dan berhasil memenangkan pemilu di antaranya harus punya tokoh nasional yang sangat populer dan memiliki tokoh lokal yang hampir ada di seluruh Indonesia. Ia berpendapat, kedua kunci itu tak ada di Masyumi Reborn maupun Partai Gelombang Rakyat (Gelora) yang didirikan politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Qodari mengatakan, tantangan Pemilu 2024 akan lebih berat mengingat tak ada satupun partai baru yang lolos DPR RI pada 2019. Padahal, pemilu sebelumnya selalu ada partai baru yang berhasil menduduki kursi parlemen di nasional.
Ia menyebut, kekuatan Partai Demokrat saat menjadi partai baru tetapi langsung lolos parlemen dalam pemilu pertamanya pada 2004 karena terdongkrak popularitas Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). SBY yang menjadi calon presiden terkuat bahkan membawa Demokrat menjadi partai pemenang pemilu legislatif 2009 dengan memperoleh 150 kursi atau 26,4 persen.
Popularitas calon presiden terkuat yang membawa partai memenangkan kontestasi juga dialami Partai Gerindra. Prabowo Subianto ketika menjadi capres maupun cawapres berhasil membawa Partai Gerindra lolos ambang batas parlemen pada pemilu pertamanya di 2009.
Selain itu, ada Partai Nasdem yang tak memiliki capres terkuat tetapi berhasil duduk di Senayan pada pemilu pertamanya di tahun 2014. Hal itu, kata Qodari, berkat tokoh-tokoh lokal yang banyak di seluruh daerah di Tanah Air.
"Walaupun Pak Surya Paloh secara pribadi tidak populer, bukan calon presiden kelas berat, tetapi dia terbantu oleh tokoh-tokoh di daerah yang kemudian menjadi tokoh populer di daerahnya masing-masing," tutur Qodari.