REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang memberhentikan tetap Evi Novida Ginting Manik dari jabatan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah final dan mengikat. Pemecatan ini tercantum dalam Putusan Nomor 317-PKE-DKPP/X-2019. Evi dinilai terbukti melanggar kode etik penyelenggara pemilu.
"Ya, putusan DKPP terkait pemberhentian tetap kepada Komisioner KPU RI Evi Novida Ginting Manik sudah final dan mengikat," ujar Pelaksana tugas Ketua DKPP Muhammad saat dikonfirmasi Republika.co.id, Kamis (19/3).
Ia mengatakan, ketentuan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). DKPP berwenang menyelesaikan perkara pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu.
Setiap pihak baik itu penyelenggara pemilu, peserta pemilu, tim kampanye, masyarakat, maupun pemilih dapat mengadu tentang dugaan adanya pelanggaran KEPP. Pengaduan diajukan secara tertulis dilengkapi dengan identitas diri kepada DKPP.
Kemudian, DKPP melakukan verifikasi dan penelitian administrasi terhadap pengaduan. DKPP menyampaikan panggilan kepada pihak-pihak terkait, pengadu maupun penyelenggara pemilu dapat menghadirkan saksi-saksi dalam sidang DKPP.
Pengadu dan penyelenggara pemilu yang diadukan mengemukakan alasan pengaduan atau pembelaan di hadapan sidang DKPP. Saksi dan/atau pihak lain yang terkait memberikan keterangan di hadapan sidang DKPP, termasuk untuk dimintai dokumen atau alat bukti lainnya.
DKPP menetapkan putusan setelah melakukan penelitian dan/atau verifikasi terhadap pengaduan tersebut, mendengarkan pembelaan dan keterangan saksi, serta mempertimbangkan bukti lainnya. Putusan DKPP berupa sanksi atau rehabilitasi diambil dalam rapat pleno DKPP.
Sanksi yang dijatuhkan DKPP dapat berupa teguran tertulis, pemberhentian sementara, atau pemberhentian tetap untuk penyelenggara pemilu. Dalam Pasal 458 Ayat (13) UU Pemilu menyebutkan, putusan DKPP bersifat final dan mengikat. Sehingga penyelenggara pemilu wajib melaksanakan putusan DKPP.
Gugatan politikus Gerindra
Pemberhentian tetap kepada Evi buntut dari perkara yang diadukan politikus Partai Gerindra, Hendri Makalau. Hendri merupakan calon anggota DPRD Kalimantan Barat periode 2019-2024 dapil Kalbar 6.
Hendri sebelumnya telah mengikuti gugatan sengketa pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Agustus 2019 lalu. MK memutuskan perolehan suara Hendri sebanyak 5.384 suara dari sebelumnya 5.325 di dapil Kalbar 6 karena adanya koreksi penghitungan suara di Kabupaten Sanggau.
Kemudian perolehan suara rekan satu partainya di dapil yang sama, Cok Hendri Ramapon, semula 6.599 menjadi 4.185 suara karena diduga penggelembungan suara.
Singkat cerita, KPU Kalbar menerbitkan Keputusan Nomor 48/PL.01.9-Kpt/61/Prov/IX/2019 yang mengubah calon terpilih dari Cok Hendri Ramapon menjadi Hendri Makalau, yang juga berdasarkan putusan Bawaslu.
Namun, KPU RI melalui Surat Nomor 1922/PY.01-1-SD/06/KPU/IX/2019 tertanggal 4 September 2019 menyatakan Putusan Bawaslu a quo tidak dapat dilaksanakan. KPU RI secara sepihak meminta pembatalan hasil rapat pleno terbuka KPU Kalbar yang menetapkan hasil rekapitulasi perolehan suara, kursi, dan calon terpilih Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat sesuai dengan Amar Putusan MK dengan mengesampingkan Putusan Bawaslu RI.
Kemudian pada 11 September 2019 bertempat di Kantor KPU RI, KPU Provinsi Kalimantan Barat mengadakan rapat pleno yang tidak sesuai dengan aturan UU Pemilu soal penetapan pasangan calon terpilih, penetapan perolehan kursi, dan penetapan calon terpilih dalam pemilu.
Rapat pleno tersebut menghasilkan Berita Acara rapat pleno tertutup tentang pembatalan atas rapat pleno terbuka KPU Kalbar.
Sementara itu, Evi Novida sebagai Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu bertanggung jawab mengoordinasikan, menyelenggarakan, mengendalikan, memantau, supervisi, dan evaluasi terkait penetapan dan pendokumentasian hasil pemilu.
Selain itu, Evi Novida pun sebelumnya telah mendapatkan sanksi peringatan keras atas Putusan DKPP Nomor 31-PKE-DKPP/III/2019 tertanggal 10 Juli 2019. Evi Novida terbukti melanggar kode etik dan dijatuhi sanksi peringatan keras serta diberhentikan dari jabatan ketua di divisi sebelumnya.
Atas pelanggaran kali ini, Evi dijatuhi sanksi pemberhentian tetap karena tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawab divisi guna memastikan teknis penyelenggaraan pemilu yang menjamin terlayani dan terlindunginya hak-hak.